Mahadata Dalam Kacamata

Mahadata Dalam Kacamata
OPINI DAN PUISI

Oleh: Muzzamil
[konsumen data, Ketua Badan Pekerja CeDPPIS]

Doa terbaik, semoga hingga tiba 2045, saat 100 tahun Indonesia Merdeka, banyak lahir juragan kaya Tanah Air, juragan mahadata, yang sukses alir kewirausahaan sosialnya entaskan sesama anak bangsa naik kelas jadi generasi bangsa pemenang.

**

Mahadata, dalam kacamata ahli bahasa, disadur dari Inggris big data, data raksasa.

Albertus Pramukti Narendra, dalam Data Besar, Data Analisis, dan Pengembangan Kompetensi Pustakawan (2015), mengartikannya, istilah umum untuk segala himpunan data (data set) dalam jumlah yang sangat besar, rumit, dan tak terstruktur sehingga jadikannya sukar ditangani apabila hanya menggunakan perkakas manajemen basis data biasa/aplikasi pemroses data tradisional belaka.

3V ciri utamanya, volumenya besar amat sangat besar hingga butuh ruang penyimpanan juga besar serta analisa spesifik, lalu velositasnya amat cepat dan seketika (real time), dan varietas serbaneka format sesuai sumber data.

Adalah Doug Laney, seorang analis industri, sang artikulator definisi Big Data di mula dekade 2000-an, hingga konsepsinya kini meng-arus utama jadi 3V itu.

Mendinamisasi, SAS Institute terkait kapitalisasi mahadata dalam tata kelola organisasi, mempertimbangkan dua dimensi tambahan yang baik juga.

Yakni, variabilitas, selain velositas dan varietas data yang meningkat, aliran data tak dapat diprediksi –sering berubah, sangat bervariasi, dan ini menantang, tetapi bisnis perlu tahu kapan sesuatu sedang tren di media sosial, bagaimana mengelola beban puncak data harian/musiman/yang dipicu oleh peristiwa.

Serta, veracity, mengacu kualitas data, sebab data berasal dari begitu banyak sumber berbeda, sulit menautkan, mencocokkan, membersihkan, dan mengubah data di seluruh sistem. Bisnis perlu menghubungkan dan mengorelasikan hubungan, hierarki, dan berbagai hubungan data. Jika tidak, data mereka dapat dengan cepat lepas kendali. Nah, awas cuy!

Filsuf muda Martin Surajaya, sejumlah artikel pencerahannya serius menohok bahwa dengan mahadata maka masa depan demokrasi, didalamnya juga demokrasi Indonesia, jika diseriusi dan disokong kuat kemauan politik negara, bisa diwujudnyatakan hingga manifes ke titik paling kulminatif, menjadi datakrasi, alias demokrasi data.

Mantan ketum PRD, mantan anggota DPR yang juga Ketua Umum Inovator Indonesia 4.0 Budiman Sudjatmiko, mencermati pula mahadata dapat jadi solusi penanganan pandemi.

Jebolan Oxford ini kerap bersuara, tak ada yang tak bisa didaya-upaya, pun halnya mengalgoritmakan imajinasi manusia, dengan mahadata.

“Mengalgoritmakan stimulus imajinasi manusia bisa tapi mengalgoritmakan imajinasi belum, kecuali kita sudah menemukan Qualia (paket-paket kesadaran). Newton Howard, Max Tegmark, Roger Penrose, Christoff Koch, Henry Markram, Giulio Tononi & David Chalmers sedang berusaha,” cuit Twitternya, 25 Mei 2020, menjawab @HizkiaTrianto, warganet penanya, gimana mengalgoritmakan imajinasi.

Gegara pandemi, komunitas industri mahadata dunia tahun ini gigit jari lantaran urung unjuk gigi, setelah otoritas China menunda helat tahunan The Sixth Big Data Industry Expo 2020.

Sedianya digelar 26-29 Mei 2020, ajang expo industri mahadata terbesar itu 2019 lalu diikuti 448 korporasi dari 59 negara/wilayah, di sentra industri prototipe pangkalan utama mahadata China, kota kecil barat daya, Guiyang.

Kita tahu, dari Guiyang inilah, Foxconn, raksasa industri perakitan para gawai merek global macam Apple, Huawei, Nokia, berhasil menggoyang kartu kredit banyak end-user, berbelanja, menikmati virtual reality racikannya. Jangan-jangan, termasuk anda? Ehm.

Baca Juga:  Tips dan Trik Public Speaking di Depan Umum

Hebatnya negeri jago ngemix sistem komando komunisme-sosialisme dan triwatak kapitalisme-neoliberalisme ini, agar tak jenuh industri, Kota Guiyang disulap sentra mahadata usai sukses China menyulap Shenzen, Guangdong, jadi sentra industri digital, teknologi informasi dan komunikasi dunia.

Dengan mahadata, telah banyak rupa manusia jadi juragan kaya. Jangankan itu, dengan data lahir pemasok data, pengolah data, analis data, hingga penambang data, pun pemalsu data.

Dengan mahadata, para juragan data menciptakan jutaan lapangan kerja, lahirkan jutaan inovasi data, taklukkan perang, tunjukkan kuasa dan sekaligus tundukkan kekuasaan banyak negara.

Gelombang tsunami mahadata, kini ke depan diyakini banyak pengguna data, akan melahirkan new emerging forces, kerajaan data dunia. Borderless data.

Dalam kacamata rezim penguasa, mahadata adalah selempang ayun. Mahadata, bukan sekadar jembatan merebut mempertahankan kekuasaan, tapi juga senjata legal meracik legacy.

Dalam kacamata atlit olahraga pacuan kuda, selain kebajikan berkuda yang tak terbatas usia, jenis kelamin, dan situasi fisik/mental/emosi (Motira, 2005), mahadata bisa menjadi pecut penolong pembaca mood terbaik kuda tunggangan, sentra informasi praktik baik keterampilan menunggangi, mengendarai, melompat atau berlari memakai kuda untuk penggolongan pemakaian untuk destinasi kerja, transportasi, rekreasi, pelajaran berseni atau kebiasaan dan olahraga.

Dengan mahadata, kini jauh setelah polo berkuda yang diketahui dikenal pertama kurun 525 Sebelum Masehi di Timur Tengah, diduga asal dari Parsi dengan nama Chaugan, sesudahnya kelak sejak 1850 Masehi digemari para pengusaha kebun teh di Assam (India) dikenal dengan nama Manopur, memikat resimen 10 kavaleri Inggris mendemonstrasikan kecakapan polo berkuda di depan publik Hounslow, hingga Amerika ikut-ikutan putuskan mempopulerkannya pada 1883.

Pun hadir gymkhana berkuda, permainan berkuda lazim dimainkan penunggang remaja, hingga olahraga sekaligus olah batin olah rasa “si rider dengan si kuda”, ketangkasan berkuda. Mahadata, bisa hadirkan performansi kompetisi pacuan kuda digital depan layar monitor cukup dari ruang sunyi anda. Tak perlu ke Persia.

Atau, ke Meydan Racecourse Dubai, di area Meydan Hotel, hotel bintang lima pertama di dunia yang punya arena pacuan kuda berkapasitas 60 ribu penonton dan terindah dilengkapi kolam renang tanpa atap.

Dan, ke Royal Ascot, Inggris, tradisi puncak acaranya dihadiri oleh Ratu Elizabeth II melibatkan tiga ribuan pebalap kuda lima hari lamanya.

Kecuali, jika anda berminat ikut lomba untuk memenangkan hadiah jawara 7,2 juta dolar Amrik setara Rp102 miliar di Dubai, atau Rp94 miliar di Inggris itu.

Dalam kacamata pebisnis tangguh yang sadar, sabar, propembaharuan, anuti “pecah di otak pecah di mulut pecah di kaki” (exited businessman), mahadata adalah juru selamat dalam menangkal kelesuan pasar akibat overproduksi, sekaligus penolong hebat pembaca penganalisa ceruk pasar baru di masa mendatang.

Mahadata menghemat ongkos, juga memperkuat lini perluasan jejaring produksi, rantai pasok, penjualan dan pemasaran, distribusi, hingga layanan purnajual.

Mahadata, dalam kacamata kasir, permudah akses bayar, mengirit banyak tenaga, percepat waktu transaksi. Tunai nontunai, cash money, cash on delivery maupun uang digital.

Dan, mahadata dalam kacamata kuda, ini penting, selain senjata, yang relatif berbahaya bin cilaka adalah manakala bertemu jurus bersatu gugus dengan komplotan juru skandal.

Mahadata bisa serta-merta berubah menjadi sumber bencana, apabila juga serta-merta dikolaborasikan dengan awalan niat jahat nan serampangan, imbuhan pencurian dan pembobolan oleh sindikat ulung pembocor data, demi kepentingan tertentu termasuk kegunaan kontraintelijen.

Baca Juga:  "Anak-Anak Air" dari Ruang Sunyi Heru Antoni

Anda mau, rekapitulasi perolehan suara sah pemilihan kepala daerah di provinsi dan kabupaten/kota Indonesia pada 2024 mendatang telah ditentu, ditetapkan sekarang juga oleh olah data secara tanpa alas hak, memakai andil andal mandraguna mahadata?

Aguy! Jangan dong. Tetapi, meminjam istilah mendiang pelawak Asmuni Srimulat, tidak ada hil yang mustahal. Anakidah, bahaya ini, bahaya.

Tergantung sudut pandang, tergantung bandul pendulum, tergantung indeed stories.

Kedigdayaan aras Revolusi Industri 4.0 dalam mendisrupsi peradaban usang, atau balutan lebih humanistik karena Jerman dan Jepang mematutnya lebih human center oriented, Society 5.0, kian hari kian pula tanggung renteng lahirkan keadaban baru digitalisasi.

Kita ambil contoh, masih tak jauh dari kuda –tepatnya “kuda berculah”. Andai benar GoJek dan Grab bersatu, tidak saja keduanya dapat lebih cepat naik status jadi hectocorn, perusahaan rintisan (startup) dengan nilai valuasi lebih dari 100 miliar dolar AS, raksasa baru skala dunia ojek online (ojol) dan taksi online (taksol) berbasis layanan transportasi daring bertumbuh multi layanan daring, namun kedepan ini bisa jadi solusi mahadata penjawab kebutuhan mekanisasi ‘gig workers’ di daerah layanan, tetutama Indonesia.

Dalam peradaban kini, mahadata makin mendapat tempat. Dalam urusan berbau khalayak sebut saja, digitalisasi pemerintahan, digitalisasi utilitas, dan inovasi digital layanan publik makin menjadi menu wajib dinamika tuntutan kinerja aparatur.

Kuat, cepat, cermat, smart melayani, buruan utama, primadona publik. Jika dulu, belum dulu-dulu banget, lebih cepat maka lebih baik, kini kedepan, si cepat menang, si lambat pecundang.

Bersama, segala catu daya utama kebaruan dan bauran teknologi internet, kecanggihan kecerdasan buatan, kekilatan mesin pencari dan mesin pembelajar, orientasi nirawak, kehebatan komputasi awan, dan juga bentukan terus-menerus terbarukan lainnya artistika internet of thing/IoT, mahadata menjadi ulu hati pencerah. Peradaban.

Dalam kacamata pengembang, menjadi penting ilmu Coding, terus dikawin-genetikkan dengan upaya sistemik men-teknologi-kan publik digital, sekaligus mem-publik-kannya. Mahadata, sejurus, the transformers.

Dan dalam kacamata awam, kita skup lagi awam data, mahadata maharaja. Namun yang mesti tetap terus tegak lurus ditanam-benakkan, mahadata ini senjata legal penolong aksesibilitas mobilitas, dan harus mampu dipahami bagian inheren dari kemajuan pesat teknologi.

Sebagaimana teknologi, yang suka tak suka, dan mau tak mau harus pula seksama dipahami, sebagai satu-satunya produk sistem kapitalisme yang dapat dikapitalisasi balik menjadi “senjata makan tuan” bagi praktik jahat ala watak dasar kapitalisme itu sendiri.

Karakter itu, akumulasi, eksploitasi, dan ekspansi kapital ala kapitalisme paling kampungan atau paling liberal sekalipun, mesti dibalas tunai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dominasi kapital dan hegemoni kapitalisme –dengan mahadata jadi maharaja kinerja kinetik seputar data, dalam tataran praksis telah disanding dengan banyaknya agregasi sosial berbasis digital guna menahan lajunya.

Kekuatan modal sosial dunia hari ini, alih-alih diuntungkan oleh dekonstruksi logis proletarisasi (baca: pemiskinan massal penduduk Bumi) ala pandemi, solidaritas sosial organik menjadi juru kunci, melalui sentuhan mahadata-lah sejatinya pula, secara kasat mata telah merupakan wujud lain penahan laju.

Baca Juga:  5 Manfaat Daun Sirih bagi Kesehatan Tubuh

Penulis melihat misal, perjuangan gigih Indonesia dalam kancah lobi global, agar terkait vaksinasi COVID-19 harus ada akses setara dan aman bagi semua warga antar bangsa-bangsa.

Sayangnya, ini kurang diimbangi spirit penyatuan data global melalui banyak pintu diplomasi, yang sebetulnya bisa diupayakan per awal. Amatan penulis, lagi-lagi, mahadata jadi soal. Apalagi ini berskala global. Apapun itu ini soal, bukan sial.

Dan panjang kali lebar, dalam kacamata penulis, pekerjaan rumah transformasi digital eksesif setubuh transformasi ekonomi pascapemulihan ekonomi, reposisi dan reorientasi sistematika Making Indonesia 4.0, masifikasi kurikulum pendidikan dasar dan menengah yang sadar kuota TIK, vokasi industri, Coding, ekonomi digital dan technopreneurship dalam sistem pendidikan nasional, serta dukungan kebijakan dan politik anggaran bagi pembangunan sektor riset dan inovasi mesti diawab pasti sebelum tiba 2032 atau jika hendak dijadikan salah satu kado emas Indonesia Emas 2045.

Akhirul kalam, lepas kuasa mahadata dengan segala estetika-artistika dan fantasinya, kita punya Allah Yang Maha Segala. Dialah sang Asmaul Husna.

Science without religion is blind, ilmu pengetahuan tanpa agama bakal buta, religion without science is lame, agama tanpa ilmu pengetahuan akan lumpuh, ujar Albert Eistein.

Dari sekian banyak sinyal Allah Ta’ala (sejumlah ulama menyebut sedikitnya ada 750 ayat Qur’an beri isyarat) agar kaum manusia tunai mandat sebagai Khalifah fil-Arld dengan menguasai sains dan teknologi, seperti penegasan berulang Kitabullah agar manusia sadar posisi alam raya diciptakan dan ditundukkan Allah untuk manusia (Qur’an Surat Al-Jatsiyah ayat 13).

Dari antara lain yang dapat kita kaji dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 31-33, Surat Al-Israa ayat 85, Surat Al-‘Alaq ayat 1-5, Surat Al-Anbiya ayat 80, Surat Ar-Rahman ayat 33, Surat Al-Hadid ayat 25, dan Surat Al-Mulk ayat 19, penulis kutipkan salah satu.

Firman Allah, yang artinya, “Telah kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu guna memelihara diri dalam peperanganmu”. (Qur’an Surat Al-Anbiya ayat 80).

PetunjukNya nyata kuat. Demikian nyata, tak tertampung simpanan mahadata mana jua. Kuat, mahadaya, tiada sanggup manusia membobolnya.

Dalam kacamata kaum muttaqin, memanfaatkan fasilitasi mahadata secara cerdas –untuk memanusiakan manusia, membunuh penindasan manusia satu atas manusia lainnya, mesti adil sejak dari pikiran.

Bicara takut dosa, tetapi ikut latah sebarluaskan data palsu, berita palsu, misal, maka ini secara ‘datamezzo’ bolehlah kita duga, wah, jangan-jangan lagi buram kacamatanya.

Doa terbaik, semoga hingga tiba 2045, saat 100 tahun Indonesia Merdeka, banyak lahir juragan kaya Tanah Air, juragan mahadata, yang sukses alir kewirausahaan sosialnya entaskan sesama anak bangsa naik kelas jadi generasi bangsa pemenang.

Akan tiba saatnya, kita tak butuh lagi kacamata kuda, kita cuma butuh kaca sentuh unik, ingin ini ingin itu banyak sekali seperti lirik lagu Doraemon, serbaneka serba bisa serba ada, cukup satu klik. Dibantu mahadata. Tabik. (*)

 793 kali dilihat