Moral Hazard Penyelewengan Belanja Perjalanan Dinas Dalam Pengelolaan Keuangan APBN

Moral Hazard Penyelewengan Belanja Perjalanan Dinas Dalam Pengelolaan Keuangan APBN
Abdul Mufid, S.E., M.Ec.Dev Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda
OPINI DAN PUISI

Dalam pengelolaan keuangan APBN pada sebuah satuan kerja kementerian negara/lembaga memiliki berbagai jenis belanja. Belanja perjalanan dinas merupakan jenis belanja yang hampir selalu ada disemua satuan kerja. Tren pagu anggaran perjalanan dinas pada umumnya memiliki kecenderungan mengalami peningkatan setiap tahun. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan serta kemampuan anggaran masing-masing satuan kerja.

Permasalahan yang dihadapi adalah pada praktek dilapangan belanja perjalanan dinas merupakan salah satu pos pengeluaran pemerintah yang masih sering terjadi penyelewengan. Beberapa penyelewangan yang biasanya terjadi yaitu biaya perjalanan dinas belum sesuai atau terjadi kelebihan pembayaran, dan bukti pembayaran tidak sesuai dengan kondisi riil.

Biaya perjalanan dinas merupakan biaya yang dikeluarkan oleh satuan kerja untuk membiayai keperluan pegawai dalam rangka melaksanakan tugas kedinasan. Pada Instansi pemerintah kita mengenal ada dua jenis perjalanan dinas yaitu perjalanan dinas dalam negeri dan perjalanan dinas luar negeri. Masing-masing jenis perjalanan dinas tersebut memiliki ketentuan dan kriteria masing-masing.

Berdasarkan peraturan menteri keuangan nomo 113/PMK.05/2012 perjalanan dinas dalam negeri adalah perjalanan ke luar tempat kedudukan yang dilakukan dalam wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan negara. Sedangkan menurut peraturan menteri keuangan nomor 164/PMK.05/2015 perjalanan dinas luar negeri yang adalah perjalanan yang dilakukan ke luar dan/atau masuk wilayah Republik Indonesia, termasuk perjalanan di luar wilayah Republik Indonesia untuk kepentingan dinas/negara.

Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) 1 tahun 2021 terungkap bahwa permasalahan ketidakpatuhan secara umum terjadi anatara lain karena Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) terkait tidak cermat dalam menyusun pembayaran perjalanan dinas (www.cnbcindonesia.com/news/21 Desember 2021). Sedangkan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2016-2018 ditemukan bahwa terdapat peningkatan jumlah nominal kerugian yang ditimbulkan oleh penyelewengan beban perjalanan dinas (Jeremi, I & Setyaningrum, D : 2020).

Baca Juga:  Praktisi Hukum Jelaskan Putusan MK Tentang Eksekusi Jaminan Fiducia

Kondisi diatas menunjukan bukti bahwa penyelewengan pada belanja perjalanan dinas masih menjadi permasalahan di instansi pemerintah. Mohammad (2013) menyatakan tindakan penyelewengan anggaran perjalanan dinas sudah menjadi budaya dikalangan pegawai negeri sipil (PNS) selaku pengguna anggaran. Hal ini tentunya menjadi tugas bersama semua pihak yang terkait agar permasalahan tersebut tidak terjadi lagi dan berulang terus.

Berbagai motif serta banyak alasan yang mendorong seorang ASN melakukan penyelewangan pelaksanaan perjalanan dinas. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Mahmudin (2018) yang menemukan adanya pemahaman keliru yang berkembang didalam Kementerian/lembaga di Indonesia, yaitu bahwa uang perjalanan dinas merupakan unsur penambah penghasilan.

Tujuan utama pemberian uang perjalanan dinas oleh satuan kerja adalah agar pelaksanaan kegiatan perjalanan dinas yang terkait kedinasan dapat terlaksana dengan baik dan lancar, bukan sebagai penambah penghasilan.  Karena setiap Aparatur Sipil Negara (ASN) pada dasarnya sudah menerima haknya setiap bulan yaitu gaji dan berbagai tunjangan lainnya. Sehingga semua pegawai harus menjalankan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab.

Pelanggaran atas beban perjalanan dinas memiliki beberapa jenis tindakan yang terus terjadi selama periode 2015-2017 (Jeremi, I & Setyaningrum, D : 2020). Tindakan penyelewengan perjalanan dinas sampai saat ini juga masih tetap terjadi. Berdasarkan fakta dilapangan dan pola yang terjadi pada kementerian negara/lembaga selama ini, secara garis besar penyelewengan perjalanan dinas pada satuan kerja terjadi dalam beberapa hal yaitu:

  1. Pembayaran melebihi tarif standar biaya masukan (SBM), pada umumnya hal ini terjadi karena adanya penggunaan tarif perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan.
  2. Pemberian uang harian sebesar 100% padahal akomodasi ditanggung penyelenggara, seharusnya sesuai aturan maksimal dapat diberikan hanya sebesar 30% dari uang harian. Hal ini umumnya terjadi pada kegiatan berupa rapat luar kantor.
  3. Pertanggungjawaban tidak sesuai dengan kondisi riil atau kenyataann. Hal ini biasanya terkait biaya penginapan dan tiket pesawat terbang. Meskipun saat ini hal tersebut agak sulit terjadi, karena adanya pemeriksaan terkait manives perjalanan dan konfirmasi oleh auditor kepada pihak hotel atau penginapan.
Baca Juga:  Pembangunan Fisik Harus Diimbangi Dengan Pembangunan Mental

Dalam era reformasi birokrasi dan transparansi seharusnya praktik penyelewengan perjalanan dinas seharusnya sudah tidak terjadi. Beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh untuk mengurangi terjadinya tindak penyelewengan perjalanan dinas antara lain yaitu:

  1. Menenetukan alur pertanggungjawaban dan pembayaran perjalanan dinas yang tertuang dalam Satandar Prosedur operasinal (SOP) pada satuan kerja. Hal ini dilakukan agar terdapat standar baku dan panduan yang pasti bagi pelaksana perjalanan dinas dan pihak terkait pertanggungjawaban perjalanan dinas tersebut.
  2. Verifikasi dan pemeriksaan yang optimal, tegas tanpa ada kompromi terkait kelengkapan dokumen dan bukti-bukti pertanggungjawaban perjalanan dinas oleh pihak terkait yaitu Bendahara pengeluaran, pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan PPSPM.
  3. Meningkatkan dan mengoptimalkan peran pengawasan Inspektorat dimasing-masing kementerian negara/lembaga.
  4. Mengoptimalkan fingsi whistleblowing system pada kementerian negara/lembaga.
  5. Sosialisasi secara rutin dan internalisasi nilai-nilai anti korupsi kepada seluruh ASN harus selalu di lakukan pada masing-masing kementerian negara/lembaga.
  6. Kepala satuan  kerja  menjadi role model dan filter pertama agar tidak terjadi penyelewengan terkait perjalanan dinas dilingkup tempat kerjanya. Selain itu pelaksanaan perjalanan dinas harus efisien, efektif dan sangat selektif.
  7. Tindak lanjut yang cepat serta sangsi yang tegas terkait hasil pemeriksaan Inspektorat maupun BPK RI terutama temuan yang terkait perjalanan dinas, hal ini sebagai efek jera bagi para oknum ASN yang melakukan hal tidak terpuji tersebut.
Baca Juga:  Basic Of Journalisme by Juniardi

Pemerintah terus berusaha agar praktik penyelewengan perjalanan dinas tidak terjadi dengan membuat peraturan dan lainnya. Meskipun moral hazard melakukan penyelewengan perjalanan dinas tetap ada, tetapi dengan integritas yang tinggi dari pelaksana perjalanan dinas serta semua pengelola keuangan APBN adalah menjadi kunci keberhasilan dalam upaya mencegah terjadinya penyelewengan perjalanan dinas. Sehingga tidak ada lagi praktik penyelewengan pelaksanaan perjalanan dinas oleh oknum ASN pada satuan kerja instansi pemerintah.

Sebagai abdi masyarakat sudah seharusnya para ASN serta pengelola keuangan APBN amanah dalam menjalankan tugas dan bertanggungjawab. Perjalanan dinas harus dilakukan secara efisien dan efektif, serta harus sangat selektif. Sehingga tidak terjadi pemborosan dan penggunaan uang APBN yang kurang optimal serta tidak bermanfaat, karena hanya menguntungkan kepentingan pribadi atau golongan.  Anggaran APBN harus dipergunakan sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (AM)

Penulis : Abdul Mufid, S.E., M.Ec.Dev

Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Muda

Biro Perencanaan dan Keuangan

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

E-mail: [email protected]

 521 kali dilihat