NASIB KERBAU LAMPUNG YANG SUDAH TIDAK DILIRIK

NASIB KERBAU LAMPUNG YANG SUDAH TIDAK DILIRIK
LAMPUNG UTARAOPINI DAN PUISI

Lampung Utara (LV) –

Penulis : Fahrur Ash Shidiq

Mahasiswa Nutrisi dan Teknologi Pakan Ternak, Fakultas Pertanian dan Peternakan, Universitas Muhammadiyah Kotabumi (UMKO) , Lampung Utara (Lampura) Provinsi Lampung.

Kerbau rawa atau kerbau kalang adalah salah satu sumber plasma nutfah ternak ruminansia yang telah berkembangbiak dan dipelihara secara turun-temurun. Pemeliharaan ternak ini masih dilakukan secara tradisional di tempat-tempat khusus seperti di sungai, danau dan rawa. Inovasi teknologi pengembangan kerbau rawa ini belum banyak disentuh sehingga peningkatan populasinya sangat lamban dibanding ternak ruminansia lainnya.

Kerbau rawa mampu beradaptasi secara baik terhadap lingkungan rawa yang banyak ditumbuhi semak-semak dan rumput rawa. Selama lima tahun terakhir populasi kerbau rawa mengalami penurunan. Hal ini diduga ada kaitannya dengan sistem usaha peternakan yang masih dilakukan secara tradisional. Penyebab lainnya adalah tingginya permintaan, terbatasnya pakan, sempitnya padang pengembalaan alami, tingginya angka kematian dan rendahnya angka kelahiran, dewasa kelamin dan jarak antar beranak (calving interval) relatif panjang dan kurang tersedianya pejantan unggul. Selain itu usaha ternak ini belum berorientasi agribisnis, bibit unggul tidak tersedia, kualitas pakan rendah, daya tahan kerbau terhadap panas/parasit penyakit rendah, dan teknologi tepat guna kurang tersedia. Kerbau rawa memiliki penampilan reproduksi cukup baik, hal ini ditunjukkan oleh induk dewasa yang dapat beranak dua kali dalam setiap 2,5 tahun dengan bobot badan lahir antara 24-31 kg dan bobot badan anak pada umur setahun berkisar antara 150-200 kg.

Baca Juga:  Peringati HUT RI ke 76 Sat Lantas Polres Lampura bagikan Doorprize kepada warga

Di Sumatera Selatan dan Sumatera Barat, Lampung dan Jambi perkembangan populasi temak kerbau relatif lambat berkisar antara 0,50-7,69% per tahun (BPS, 2011). Habitat rawa sebagai tempat pengembalaan kerbau dibedakan menjadi dua keadaan, yaitu (1) periode air tinggi (musim hujan) dengan padang pengembalaan rumput terapung (jloating meadows), dan (2) periode air rendah (musim kemarau) dengan padang pengembalaan mulai kering dan hanya bagian tanah tertentu yang tergenang air. Pada musim kemarau kerbau-kerbau secara berkelompok mencari makan sampai mencapai jarak beberapa kilometer dari lokasi kalang.

Populasi kerbau tertinggi terdapat di Sumatera Barat disusul Jambi dan Lampung, sementara terendah populasinya terdapat di Kalimantan Tengah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan populasi kerbau di lndonesia umumnya lambat. Reproduksi kerbau rawa terutama persentase kelahiran sangat rendah an tara 23,30-32,20%. Kerbau muda mempunyai aktivitas berahi rendah. Perkawinan baik dengan inseminasi buatan (lB) maupun alami sangat ditentukan oleh aktivitas berahi. Keberhasilan penentuan waktu kawin tergantung pada ketepatan penentuan waktu berahi agar diperoleh fertilisasi optimal sehingga dihasilkan angka kelahiran yang tinggi. Panjang siklus berahi kerbau yang normal ±22,4 hari, dengan lama peri ode berahi an tara 20-28 jam.

Kemampuan reproduksi kerbau betina disebabkan oleh faktor lingkungan, manajemen pemeliharaan, ketersediaan pakan dan suhu udara. angka kematian induk kerb au rawa (4-6%) dan angka kematian anak (18-21%) akibat kegagalan melahirkan (abortus) terutama pada umur bunting muda, lahir di padang pengembalaan dan mati sebelum sapih.

Baca Juga:  DPD Pan daftarkan Bacalegnya ke KPU Lampura

Budidaya ternak kerbau rawa umumnya dilakukan di daerah rawa lebak secara tradisional yang disebut dengan sistem kalang. Sistem kalang adalah sistem pemeliharaan kerbau rawa setengah liar, pada siang hari kerbau dibiarkan berkeliaran di perairan rawa dan menjelang senja masuk kalang yang dibangun di atas rawa. Pada pagi hari kerbau keluar kalang secara bergerombol.

Pada musim kemarau kerbau digembalakan ke daerah yang masih berair atau berlumpur. Kalang adalah kandang yang dibuat dari kayu gelondongan (diameter 10-20 cm) dari jenis blangiran (shore balangeran), disusun teratur berselang-seling dari dasar rawa sampai ketinggian ± 2,5-3,0 m. Ukuran kalang tergantung pada jumlah kerbau yang dipelihara dengan kepadatan 2,0-2,5 m2/ekor. Bagian atas dibuatkan lantai kering dari belahan kayu yang disusun rapat untuk kerbau beristirahat. Kalang berbentuk empat persegi panjang yang terdiri atas beberapa petak kalang, setiap petak berukuran 5×5 m yang mampu menampung 10-15 ekor kerbau dewasa. Pada bagian sisi kalang dibuatkan tangga selebar ± 2,5 m untuk turun dan naiknya kerbau. Kerbau digembalakan seeara bebas memilih hijauan yang disukainya. Peternak, tidak menyediakan hijauan dan pakan konsentrat seperti pemeliharaan kerbau pada umumnya. tingkah laku kerbau rawa dibedakan atas tingkah laku merumput dan kawin.

Baca Juga:  Jalankan Amanah, Desa Bumi Raharja galakkan pembangunan DD

Tingkah laku merumput yaitu satu kelompok kerbau dipimpin oleh seekor pejantan yang mengarahkan ke tempat-tempat padang pengembalaan, mereka berenang sambil memakan hijauan yang terapung. Jarak tempuh pada saat merumput mencapai 2 km dari kalang, dengan kecepatan sekitar 2,2 m/menit. Tingkah laku kawin terjadi setelah betina dalam keadaan berahi dan biasanya dikelilingi 5-6 ekor pejantan yang berusaha untuk mengawini dan waktu perkawinannya pun tidak menentu.

Kerbau mempunyai peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi petani, yakni sebagai tabungan hidup, menunjang status sosial, sumber tenaga kerja, penghasil daging, susu dan pupuk. Kerbau merupakan penghasil daging populasinya relatif lambat, sehingga produktivitasnya rendah. Perbaikan produktivitas kerbau dapat dilakukan dengan perbaikan mutu genetik melalui intensifikasi inseminasi buatan. Kerbau rawa di Kalimantan Selatan hanya berfungsi sebagai penghasil daging saja. Potensi ternak kerbau rawa mempunyai kontribusi positif sebagai penghasil daging alternatif.

Editor : YP

 435 kali dilihat