Cegah Herd Behaviour, Investing in Bubbles, Dan Noise Trading Dalam Investasi Ritel, Dengan Literasi

Cegah Herd Behaviour, Investing in Bubbles, Dan Noise Trading Dalam Investasi Ritel, Dengan Literasi
PROFIL & SOSOK

BANDARLAMPUNG-
Pertumbuhan investasi ritel acapkali dibarengi dengan tren missed conduct, atau salah tingkah, untuk tak menyebutnya gagal fokus (galfok) sehingga kerugian investor ritel di pasar domestik dan internasional, meningkat.

Oleh karena itu, demi menepis potensi dan risiko kerugian gegara missed conduct itu, peningkatan perlindungan terhadap kaum investor khususnya investor ritel menjadi penting untuk ditindaklanjuti.

Demikian saripati Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar, menjelaskan menggembirakannya peningkatan investor ritel di pasar modal seperti sajian data yang diterima oleh OJK, namun tantangan penyerta yang dihadapi juga perlu dicermati.

Apa saja misalnya, pak Mahendra? “Seperti, upaya pemahaman dan pengetahuan investasi pada instrumen keuangan, agar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai,” poin Mahendra Siregar, menggarisbawahi kata kunci literasi.

Sehingga tandasnya, kedepan diharapkan tak terjadi lagi tren doyan investasi dalam hal ini investasi ritel termasuk gegarnya di kalangan milenial Tanah Air, namun gegara miskin literasi berakibat kemudian timbulnya apa yang Mahendra istilahkan sebagai herd behaviour (perilaku kawanan), noise trading (perdagangan bising), ataupun investing in bubbles (investasi dalam gelembung).

Berbicara dalam temu wicara daring Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) #1 yang dipancarluaskan melalui live streaming kanal ofisial media sosial berbagi video Youtube Bank Indonesia Channel, pukul 13.30 WIB pada Jumat (12/8/2022) kemarin, seperti disimak dari Bandarlampung, Ketua Dewan Komisioner OJK 2022-2027 yang ditetapkan berdasar musyawarah mufakat Komisi XI DPR 7 April 2022 dan dilantik 20 Juli lalu ini, tak sendiri.

Membersamai kelahiran Jakarta 17 Oktober 1962, lulusan S1 Fakultas Ekonomi UI 1986 dan S2 Universitas Monash Australia 1991, kariris Deplu dengan mula jadi Economic Thrid Secretary KBRI London 1992-1995, Duta Informasi KBRI Washington DC 1998-2001, Asisten Khusus Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro Jakti (2001), Komisaris PTDI (2003-2008), Deputi Menko Perekonomian Bidang Kerja Sama Ekonomi dan Pembiayaan Internasional 2005-2009, Komisaris Antam 2008-2009, Wakil Menteri Perdagangan 2009-2011, Wakil Menteri Keuangan 2011-2013, Kepala BPKM 2013-2014, Dubes Indonesia untuk AS 2018-2019 dan Wakil Menteri Luar Negeri kurun 25 Oktober 2019-19 Juli 2022 itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Gubernur BI menerangkan, investasi harus ditingkatkan dan diperjuangkan demi untuk meningkatkan perekonomian di Tanah Air. Namun lugas Perry sama menandaskan, harus didukung, ditopang, diimbangi dan diperkuat dengan literasi. Yang mumpuni.

“Investor ritel dalam jangka tahun 2019 hingga 2021 selalu mengalami kenaikan. Jumlah investor ritel pada akhir Desember 2019 tidak lebih dari 2,5 juta, meningkat menjadi sekira 5 juta pada 2020, dan terus naik hingga 9,1 juta investor pada 2021,” papar Perry soal tren positif penaikan, kendati jumlah itu masih sangat kecil dibanding jumlah investor di negara lain dan masih besarnya potensi pasar di Indonesia.

“Untuk itu, LIKE IT perlu terus gelorakan semangat perjuangan dengan mengisi pembangunan guna memulihkan ekonomi demi meningkatkan ekonomi menuju Indonesia Maju,” ujar Perry.

Baca Juga:  Invitasi Catur Piala Ketua Asosiasi Profesi Satpam Indonesia Lampung Andri, Hari Ini

Dari data OJK tercatat, generasi milenial yang berinvestasi di Indonesia ujar dia, lebih banyak berinvestasi pada investasi yang berkelanjutan secara proporsional dari keseluruhan portofolio, dibanding generasi yang lebih tua.

Dari itulah, Gubernur BI kelahiran Sukoharjo Jawa Tengah 25 Februari 1959 mengintensi pesan bagi segenap generasi milenial agar sebelum memulai untuk berinvestasi, paling pertama yang harus dilakukan: memahami instrumen yang akan diinvestasikan, dan mempelajari betul, bagaimana risikonya.

“Mengingat saat ini instrumen investasi juga terus menerus berkembang, mulai dari instrumen di pasar keuangan, pasar modal atau pasar saham, obligasi, pasar keuangan reksadana, dan repo,” papar Perry.

Gubernur BI 2018-2023 tetapan Keppres 70/2018 tanggal 16 April 2018 dan ucapkan sumpah jabatan 24 Mei 2018, alumnus S1 FE UGM Yogyakarta 1977-1982, S2 dan S3 PhD dari Iowa State University, AS 1989-1991 ini sekali lagi menekankan pentingnya literasi.

“Dalam investasi, betul-betul memahami instrumen, termasuk instrumen keuangan untuk pembiayaan hijau. Setiap instrumen akan menumbuhkan return (imbal hasil). Namun setiap instrumen mengandung risiko,” pesan dia mewanti arti penting kecukupan pemahaman instrumen jenis investasi mulai dari return dan tingkat risiko, untuk bisa memaksimalkan pasar keuangan.

Selain itu, pemilik karir cemerlang di BI sejak 1984 khususnya di area riset ekonomi dan kebijakan moneter, isu-isu internasional, transformasi organisasi dan strategi kebijakan moneter, pendidikan dan riset kebanksentralan, pengelolaan devisa dan utang luar negeri, serta Biro Gubernur, pernah menjabat Direktur Eksekutif IMF mewakili 13 negara anggota tergabung South-East Asia Voting Group (2007-2009), kembali ke BI menjadi Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter BI, Asisten Gubernur BI Bidang Kebijakan Moneter, Makroprudensial dan Internasional, serta Deputi Gubernur BI 2013-2018 ini memesankan bahwa untuk berinvestasi, generasi milenial juga harus bijak dalam merencanakan keuangan.

“Bijak dalam menjual membeli, bijak dalam perilaku (untuk) tidak spekulatif, bijak dalam berinvestasi, karena cinta terhadap Indonesia. Mari berinvestasi untuk memahami instrumen, mari berinvestasi bijak sebagai perencanaan keuangan dan tata kelola yang baik,” bijak Perry mengajak.

Ajakan Gubernur BI Perry Warjiyo ini, agar investor memperhatikan 3 aspek utama berinvestasi: (1) Menumbuhkan perilaku investasi untuk mendukung pembangunan sebagai bagian dari rasa cinta kepada Indonesia; (2) Memahami jenis instrumen dalam berinvestasi dengan risk and return yang diketahui, termasuk instrumen keuangan hijau; dan (3) Bijak berinvestasi, bijak dalam merencanakan keuangan dan bijak dalam perilaku dalam arti tidak berspekulasi itu, dikemukakan dengan satu katakunci pertimbangan, bahwa investor sangat dibutuhkan untuk pembiayaan pembangunan dan karenanya perlu untuk terus dikembangkan kini dan kedepan.

“Ke depan, koordinasi yang erat antar keempat lembaga akan mengawal stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi secara berkelanjutan,” pungkas Gubernur BI.

Sedangkan Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, menegaskan bahwa OJK senantiasa mendukung berbagai inisiatif FKPPPK untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya investasi di dalam negeri baik melalui instrumen konvensional atau syariah.

Baca Juga:  Pesta Sekura, Pesta Rakyat Bukan Hura-Hura (6)

“OJK melihat peluang besar peran investor domestik baik institusi maupun ritel untuk semakin mendukung ketahanan pasar keuangan Indonesia. Perkembangan investor pasar modal yang cepat harus diikuti langkah dan kebijakan yang tepat dengan peningkatan perlindungan investor terutama investor ritel,” simpul Mahendra.

OJK bersama self-regulatory organization (SRO), dan pelaku pasar modal terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dalam rangka peningkatan tingkat literasi dan inklusi pasar modal.

Inisiatif program peningkatan literasi keuangan ini antara lain juga dilakukan melalui pengembangan infrastruktur learning management system edukasi keuangan, world investor week secara berkala, sosialisasi dan edukasi pasar modal terpadu, serta pelaksanaan rangkaian literasi keuangan seperti yang dilakukan lewat penyelenggaraan LIKE IT ini.

Demi menanggapinya, pengusaha properti juga Ketua Dewan Pimpinan Provinsi (DPP) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Lampung Ary Meizari Alfian saat dimintai komentar secara terpisah via sambungan elektronik pada Sabtu (13/8/2022), menyeru kata: setuju.

“Setuju bro. Tingginya literasi keuangan seseorang, akan memengaruhi pola tindak dia sehingga dia akan mampu mencapai beragam tujuan keuangan dalam hidupnya. Misal tabungan pendidikan, dana pensiun, pemakaian dana utang atau kredit yang benar, secara prudent menjalankan dan mengoperasikan bisnis dan sebagainya, termasuk berinvestasi ritel, semua bisa dilakukan dengan tepat ditunjang literasi keuangan yang cukup,” jembreng Ary.

Mereka yang derajat literasi keuangannya telah memadai alih-alih mumpuni sebut Ary, cenderung relatif tidak akan bermasalah dengan uangnya di masa depan. “Dibanding mereka yang literasinya masih rendah,” ujar alumni FE Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta, sejawat kuliah Menteri BUMN Erick Thohir saat S2 National University San Diego California, AS hingga keduanya sabet gelar MBA medio 1993 ini.

Bagaimana sesungguhnya literasi keuangan di Indonesia, merujuk data OJK per 2019, rerata tingkat literasi keuangan baru di angka 38,03 persen, sedang catatan BI pada 2021, rerata tingkat literasi keuangan syariah baru berkisar 20,1 persen.

Secara tongkat komando, Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) gencar menala upaya sistemik edukasi dan sosialisasi publik guna meningkatkan tingkat literasi keuangan rakyat, agar melek investasi.

Sekadar informasi, Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) ini program edukasi literasi keuangan bagi masyarakat, dikemas interaktif dan menarik, merupakan wujud sinergi dan kolaborasi Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tergabung Forum Koordinasi Pembiayaan Pembangunan melalui Pasar Keuangan (FKPPPK).

Program tahunan sinergi empat otoritas keuangan di Indonesia yang telah dimulai seri pertamanya 3 Agustus 2021 ini, pada LIKE IT seri pertama (LIKE IT #1) sekaligus pembuka rangkaian LIKE IT 2022 menaja tema “Sustain Habit in Investing, Invest in Sustainable Instruments” (Berkelanjutan dalam Berinvestasi dan Berinvestasi pada Produk Keuangan yang Berkelanjutan).

Pemilihan tema, dilandasi semangat untuk mendorong masyarakat khususnya generasi muda untuk secara kontinyu berinvestasi di pasar modal, sehingga investasi bisa jadi sebuah kebiasaan bermanfaat bagi diri dan bagi negeri, untuk mendukung pembiayaan pembangunan Indonesia.

Baca Juga:  Dukung Ide KPU, Bacaleg Lampirkan Esai Motivasi & Rancangan Program, Aktivis 98 Muzzamil: Keren!

“Ambil bagianmu jadi generasi melek literasi, mari berinvestasi, perkuat ekonomi, dan bersama membangun negeri! Mari jadi bagian generasi melek literasi keuangan bersama LIKE IT!” bunyi tagline-nya.

Adapun, peningkatan pesat jumlah investor baru yang masuk kategori investor ritel kurun 2-3 tahun terakhir di tengah situasi faktual masih rendahnya literasi keuangan di pasar modal Indonesia hingga menjadi tantangan yang harus segera diatasi guna mencegah kerugian yang dialami publik domestik, sebelumnya jua turut disuarakan oleh Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Bursa Efek Indonesia (BEI), Laksono W Widodo, Maret lalu.

Dalam diskusi daring LPPI tajuk “Mendorong Investor Ritel Berorientasi Jangka Panjang di Pasar Modal Indonesia” di Jakarta, Kamis 17 Maret 2022, Laksono menohok bahwa fakta miris tersebut menjadi “challenge” bagi OJK, self-regulatory organization (SRO) pasar modal dan anggota bursa, untuk bagaimana kemudian meningkatkan literasi dan inklusi pasar saham secara luas.

“Hingga Februari 2022, jumlah kepemilikan investor ritel mencapai 14 persen di pasar saham Indonesia, meningkat dibanding 2019 yang hanya 10,6 persen. Sedang nilai transaksi investor ritel Januari-Februari 2022 mencapai 51,1 persen total transaksi di pasar saham, meningkat dari 37 persen di 2019,” ujar dia.

Merujuk data BEI, tiap harinya nilai transaksi di pasar modal bisa mencapai Rp14,3 triliun, dengan demikian maka investor ritel setiap harinya bisa bertransaksi sekitar Rp7 triliun!

Padahal, berdasar survei di 2019, literasi keuangan di pasar modal hanya 4,9 persen. Bahkan, tingkat inklusi keuangan pasar modal lebih rendah dari literasi keuangan yang hanya sebesar 1,6 persen.

“Unfortunately di pasar modal, terutama dibanding perbankan yang literasinya tinggi naik dari 28 persen pada 2016 hingga jadi 36 persen di 2019, di pasar modal termasuk yang terendah, kurang dari 5 persen, pun demikian juga dengan tingkat inklusi bahkan masih sangat rendah di bawah 2 persen,” ujarnya membandingkan.

Lantas, bagaimana solusi dari BEI, pak? “Untuk meningkatkan literasi dan inklusi itu, BEI mengalokasikan banyak investasi dan bekerja sama dengan OJK dan anggota bursa untuk menyelenggarakan kegiatan pendidikan secara gratis pada masyarakat. Kami lakukan melalui 30 cabang kami di Indonesia, juga 644 galeri investasi dan 380 komunitas investasi,” kata Laksono, solutif.

Sidang Pembaca, jangan pernah berikan kesempatan barang sedikitpun bagi para pencoleng, memperdaya kita untuk sekadar coba-coba dengan rayuan gombal investasi bodong, ya? [red/Muzzamil]

 194 kali dilihat