Hari Perempuan Internasional, Bintang: Lindungi Perempuan dari Jerat Kekerasan

Hari Perempuan Internasional, Bintang: Lindungi Perempuan dari Jerat Kekerasan
(Tangkapan layar suasana Webinar Lindungi Perempuan dari Kekerasan ‘Dare To Speak Up’, bagian peringatan Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day/IWD) 2021, menghadirkan Menteri PPPA Bintang Puspayoga dan Wamenkumham Eddy O.S. Hiariej, Senin 8 Maret 2021. | Kemen PPPA)
PROFIL & SOSOK

BANDARLAMPUNG-
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga atau Bintang Puspayoga, mengajak seluruh pihak untuk bersinergi melindungi perempuan dari jerat kekerasan dengan mewujudkan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender.

Menteri perempuan pertama asal Pulau Bali ini menyampaikan ajakannya dalam Webinar bertajuk Lindungi Perempuan dari Kekerasan ‘Dare To Speak Up’, bagian peringatan Hari Perempuan Sedunia (International Women’s Day/IWD) tahun ini jatuh Senin 8 Maret 2021.

“Peringatan Hari Perempuan Internasional hari ini (Senin, red), merupakan momen yang sangat tepat untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun sinergi untuk melindungi perempuan dari kekerasan,” ujar Bintang Puspayoga, disitat dari siaran pers kementerian pukul 23.11 WIB, diakses dari Bandarlampung tak lama sesudahnya.

Bintang mendaratkan lantang, kita harus melakukan perubahan dengan membuat perempuan menjadi berdaya. “Sehingga berani berbicara dan memperjuangkan dirinya sendiri,” injeksinya.

Bintang mengintensi, tanpa pemberdayaan, perempuan akan terus terkungkung dalam lingkaran kekerasan yang berulang. Ia juga menyebutkan, hingga kini kasus kekerasan masih lebih banyak mengancam perempuan dibandingkan laki-laki.

Istri mantan Menteri Koperasi UKM Kabinet Kerja 2014-2019, Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga itu merujuk, berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2016, terdapat 1 dari 3 perempuan usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan selama hidupnya.

Sementara, data Catatan Tahunan Komnas Perempuan menunjukan selama 12 tahun terakhir, kekerasan terhadap perempuan di Indonesia meningkat sebanyak delapan kali lipat, 792 persen. “UN Women pun mencatat, risiko kekerasan online pada perempuan semakin meningkat seiring meningkatnya penggunaan teknologi informasi pada masa pandemi COVID-19,” papar Bintang.

Baca Juga:  Dunia Usaha Kuat, Lampung Berjaya, Menuju Indonesia Maju, Tema Musprov Apindo 2021

Pemerintah, lugasnya, telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan. Diantaranya melalui pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), pengesahan Undang-Undang (UU) Hak Asasi Manusia, UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), dan menyusun Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) sebagai payung hukum yang komprehensif.

“Terkait RUU PKS, kami mohon dukungan Wakil Menteri Hukum dan HAM yang sejak awal sudah mengawal RUU ini untuk mendukung proses penyusunan peraturan yang sudah ditunggu-tunggu kehadirannya oleh sebagian besar perempuan Indonesia, khususnya perempuan penyintas kekerasan,” ujar Bintang.

Ia menambahkan, berbagai upaya yang telah dilakukan tentunya tak akan mencapai hasil maksimal tanpa dukungan seluruh sektor pembangunan, baik antar pemerintah, dunia usaha, media massa maupun masyarakat.

“Kita harus memainkan peran masing-masing, bergandengan tangan dan menyatukan kekuatan, membangun sistem yang ramah bagi perempuan, dimulai dari pencegahan sampai dengan rehabilitasi,” jelas Bintang.

Disebutkan, peringatan Hari Perempuan Internasional bertema “Women in leadership: Achieving an equal future in a COVID-19 world” (“Perempuan dalam kepemimpinan: Meraih masa depan yang setara dalam dunia yang terdampak COVID-19″), diharapkan dapat menjadi pengingat bagi seluruh pihak.

Bahwa, perempuan merupakan sumberdaya manusia (SDM) yang sangat berharga. “Dan dapat membawa kemajuan dalam segala situasi, termasuk situasi krisis,” ia lugas.

Baca Juga:  Geber ULaMM-Mekaar & Lini Syariah, Permodalan Nasional Madani Juga Salurkan 1,2 T Pembiayaan UMi PIP

Untuk itu, kesetaraan dan perlindungan bagi perempuan menjadi tujuan bersama yang tidak dapat ditawar lagi agar perempuan dapat turut berpartisipasi dalam seluruh lini pembangunan.

“Marilah bersama-sama kita bangun sinergi yang kuat untuk mencapai tujuan bersama, yaitu dunia yang setara bagi perempuan dan laki-laki; dimana perempuan bebas dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, diskriminasi dan stigmatisasi; bagaimana bisa menjadikan perempuan yang kuat, mandiri dan berdaya untuk mencapai Indonesia Emas dan dunia yang lebih baik,” ajak Bintang, benderang.

Kesempatan itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Eddy O.S. Hiariej yang turut jadi narasumber menegaskan, kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan kejahatan yang paling serius.

Hal ini, sebutnya, disebabkan karena anak dan perempuan merupakan kelompok rentan yang seharusnya dilindungi, namun justru dijadikan objek kejahatan.

“Untuk menanggulangi kekerasan seksual di masa mendatang, negara harus melakukan intervensi dengan menyegerakan pengesahan Rancangan UU PKS yang berorientasi pada korban, tidak hanya yang menghukum pelaku tapi juga pada reparasi korban termasuk pendampingan secara psikologis terhadap korban,” jelas Wamen.

Pembicara lainnya, aktris sekaligus pendiri Yayasan Suara Hati Perempuan, Nova Eliza, menyampaikan langkah-langkah penting yang harus dilakukan para perempuan untuk keluar dari toxic relationship. Yakni meliputi, pentingnya menerapkan pendidikan anti kekerasan sejak anak berusia dini; berani untuk mengatakan stop ketika disakiti; media massa harus berempati tinggi dan netral dalam menyajikan berita yang ramah; serta melibatkan laki laki sebagai mitra untuk mengubah berbagai norma diskriminatif dan menyuarakan stop kekerasan.

Baca Juga:  Dari Celoteh Daya Saing Fauzan Sibron, 9 Tahun Silam

“Jika mengalami atau melihat adanya ketidakadilan terhadap perempuan, please dare to speak up!” jelas Nova, kelahiran Banda Aceh 10 Juni 1980, yang mendirikan yayasannya sebagai wahana pemberi ruang bagi para perempuan penyintas kekerasan, sejak 2016 silam itu.

Dari Nova Eliza yang ayu kita ke pembicara berikut, Runner Up Puteri Indonesia 2020, yang juga Puteri Indonesia Lingkungan 2020, dan wakil Indonesia di Miss International 2020 di Jepang, Putu Ayu Saraswati.

Putri ayu kelahiran Denpasar, 6 Juli 1997 ini menyebutkan, kekerasan merupakan bentuk pelanggaran HAM yang menimbulkan dampak parah berkepanjangan. Baik secara fisik mapun psikologis.

Hal ini, kata Ayu, tentunya akan menghalangi perempuan untuk berkontribusi dalam masyarakat karena mengalami trauma.

“Sangat penting bagi perempuan untuk mengerti apa saja bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi. Agar ketika kita mengalami atau melihatnya, mereka berani melapor atau speak up,” tandasnya.

Nah, Sidang Pembaca, mari kita lindungi dan terus pastikan, bahwa kaum perempuan dan anak di sekeliling kita senantiasa aman dari ancaman kekerasan ya. Dare to Speak Up! [red/Humas Kemen PPPA/Muzzamil]

 337 kali dilihat