IPM Naik, Bukti Industri Manufaktur Indonesia Makin Baik

NASIONAL

Jakarta, Lampungvisual.com-
Setelah melalui tradisi suram awal tahun yang biasanya menurun atau cenderung stagnan, kabar baik datang dari penaikan tren positif aktivitas manufaktur Tanah Air.
Naik dari level 49,9 pada Januari 2019 menjadi 50,1 sepanjang Februari 2019, indeks manajer pembelian (Purchasing Managers Index/PMI) manufaktur Indonesia membuktikan bahwa sektor manufaktur kita tengah ekspansif.
Demikian disampaikan oleh Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
“Kabar gembira dari sektor industri adalah pertumbuhan yang bisa membuat kita terus optimis. Kalau kita lihat PMI manufaktur mengalami kenaikan, kemudian investasi juga terus tumbuh,” kata Airlangga.
Menteri asal Surabaya ini menjelaskan, indeks manufaktur yang dirilis setiap bulan itu menggambarkan kinerja industri pengolahan suatu negara, yang berasal dari pertanyaan seputar jumlah produksi, permintaan baru, ketenagakerjaan, inventori, dan waktu pengiriman. “Apabila data indeks di atas 50 menunjukkan peningkatan di semua variabel survei,” terangnya.
Survei PMI manufaktur, menggunakan data respons para manajer di bidang pembelian dari 300 perusahaan manufaktur berbagai sektor, diantaranya industri logam dasar, kimia dan plastik, tekstil dan pakaian, serta makanan dan minuman (manmin).
Kendati Januari 2019, PMI manufaktur Indonesia sempat menurun dibanding Desember 2018, menurut Airlangga itu hal wajar. “Itu semacam siklus tiap tahun, indeks PMI turun sedikit di Januari, tapi nanti akan naik lagi. Jadi ini sesuatu yang biasa saja. Tahun-tahun sebelumnya juga semuanya indeks di atas 50 kecuali Januari,” ujar pria kelahiran 1 Oktober 1962 itu lagi.
Airlangga menegaskan, aktivitas industri manufaktur mesti dilihat dalam jangka waktu lebih panjang. Stagnansi aktivitas dalam hitungan sebulan tak serta merta menjadi kesimpulan. Tahun ini, Kemenperin memproyeksi pertumbuhan industri manufaktur sebesar 5,4 persen.
Mantan Ketua Asosiasi Emiten Indonesia 2011-2014 itu mengimbukan bahwa subsektor yang diperkirakan tumbuh tinggi, antara lain industri manmin, permesinan, tekstil dan pakaian jadi, kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, serta barang logam, komputer dan barang elektronika.
“Kemenperin berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga lainnya untuk terus mendorong industri berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial dan pengembangan sektor swasta yang dinamis,” imbuhnya.
Secara eksisting, PMI Indonesia Februari lalu terlihat lebih baik dibanding kawasan Asia Tenggara yang turun ke posisi 49,6 dari bulan sebelumnya 49,7 atau terendah sejak Juli 2017.
Di tingkat global, indeks manufaktur berada pada level 50,6 –terendah sejak Juni 2016. Pelambatan ini diduga menggambarkan produksi manufaktur dunia yang stagnan di tengah perang dagang AS-Tiongkok.
“Indonesia mencatat ekspansi ketenagakerjaan paling kuat, sementara tiga dari tujuh negara peserta survei melaporkan penurunan tenaga kerja,” ujar Ekonom IHS Markit David Owen dalam laporan surveinya.
Secara umum, Nikkei mencatat, para responden tetap cukup antusias terhadap perkiraan bisnis tahun mendatang. Responden berharap, aktivitas manufaktur akan membaik seiring variasi produk yang lebih banyak, investasi kapital dan ekspansi bisnis yang terencana.
Sumber: [red/rls/mzl]
Editor: Basri.

 768 kali dilihat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.