Komunitas Lima Gunung Magelang ‘Turun Gunung’ Tangani Artistik Festival Wonomarto 2019

LAMPUNG UTARA

Lampung Utara :Lampungvisual.com

Festival Wonomarto (FWM) 2019, tinggal hitungan hari. Pelaksanaan kegiatan yang secara tematik mengedepankan potensi, inovasi, serta industri kreatif desa ini akan diselenggarakan selama tiga hari, dimulai pada 15-17 Oktober 2019 mendatang, terpusat di lokasi wisata II Desa Wonomarto, Kecamatan Kotabumi Utara, Kabupaten Lampung Utara.

“Dengan mengkolaborasikan seluruh potensi Desa Wonomarto yang dominan dari hasil sektor pertanian, perkebunan, perikanan, juga pariwisata ini diharapkan mampu mengangkat citra positif serta memotivasi warga sekitar guna melangkah lebih maju,” tutur Kepala Desa Wonomarto, Waskito Yusika, saat diwawancarai, Jum’at, (11/10/2019), disela pengerjaan artistik panggung FWM 2019.

Lebih lanjut dikatakannya, FWM 2019 juga mendeskripsikan adanya peleburan (akulturasi) kebudayaan yang terlahir, tumbuh, dan berkembang di desa yang juga dikenal dengan adanya Bendungan Tirta Shinta ini.

“Tidak bisa dipungkiri, warga di sini (Desa Wonomarto.red) adalah juga warga Lampung. Meskipun mayoritas warga kami menganut adat istiadat Jawa, namun kami adalah orang Lampung,” katanya.

Sudah sepantasnya, tambah Waskita, jika warga setempat juga mengedepankan nilai-nilai luhur warga Lampung seperti termaktub dalam filosofi Piil Pesenggiri yang menjadi tatanan moral serta pedoman bersikap dan berperilaku masyarakat adat Lampung dalam segala aktivitas hidupnya.

Baca Juga:  Puluhan Kendaraan Roda dua dan Empat Terzaring Razia

Hal yang cukup menarik perhatian dalam FWM 2019, yakni adanya keterlibatan empat orang seniman Komunitas Lima Gunung yang berasal dari Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah.

Secara historis, Komunitas Lima Gunung (KLG) telah berdiri sejak delapan belas tahun lalu. Hal ini disampaikan salah satu dari empat orang seniman kawakan yang ‘turun gunung’ dalam FWM 2019, Handoko, bahwa KLG merupakan suatu komunitas literasi dari berbagai disiplin ilmu, khususnya terkait seni dan kebudayaan.

“Pada awalnya, KLG lebih terkonsentrasi pada pelestarian seni dan budaya lokal yang berkembang di masyarakat yang hidup di seputaran lereng lima gunung yang mengapit Kabupaten Magelang, yakni Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong, dan Perbukitan Menoreh.,” tutur Handoko, saat berbincang santai dengan awak media ini, Jum’at, (11/10/2019), di lokasi Wisata II Desa Wonomarto.

Dirinya juga mengatakan, KLG terus bergeliat dan berkembang menjadi suatu pusat studi nonformal yang berkenaan dengan pembelajaran dalam bidang seni tari, musik, filsafat, teater sastra, dan ruang diskusi publik lainnya.

Baca Juga:  Wabup Lampura serahkan bantuan kepada warga terkena musibah Angin Puting beliung

“Berawal dari kesadaran untuk terus menjaga tradisi dan adat budaya agar tidak tergerus modernisasi, KLG pun mengembangkan diri menjadi salah satu objek studi, khususnya seni dan budaya,” terang Handoko, ditemani kerabatnya Wahyu, Agus, dan Almaeda.

Dikatakan Handoko lebih lanjut, dalam kegiatan FWM 2019, Komunitas Lima Gunung, yang memiliki hubungan dekat dengan Kepala Desa Wonomarto, Waskita Yusika, pihaknya dipercaya untuk merancang artistik panggung dan mendidik warga Desa Wonomarto untuk membuat satu kreasi seni tari kontemporer dan perkusi tradisional.

Pantauan di lapangan, dalam penggarapan artistik panggung FWM 2019, KLG memanfaatkan bahan baku berupa jerami, pelepah daun kelapa kering, bilah-bilah bambu, potongan kayu, dan unsur alam lainnya yang sudah tidak terpakai. Dengan sense of art yang sangat kuat, berhasil menyulap panggung utama kegiatan memiliki daya hipnotis dan aura seni bernilai tinggi.

Tampak di panggung utama, panggung berlantai semen itu, kini memiliki dekorasi background unik, khas, dan bercita rasa seni tinggi. Dua komponen utama, berupa siger Lampung dan Gunungan Jawa, yang diperkuat beberapa ikon lainnya mengisyaratkan penyatuan budaya Lampung-Jawa dalam kerukunan hidup secara intens dan berdampingan.

Baca Juga:  626 Peserta CPNS Di lampura Ikut Tes SKB

“Ini sebagai simbol jika Wonomarto memiliki potensi dan kekayaan alam yang bersumber dari pertanian, perkebunan, perikanan serta pariwisata. Kerukunan hidup bermasyarakatnya juga dapat dilihat dari semangat gotong-royong dan kebersamaan yang terjalin selama kami berada di sini,” aku Handoko.

Tidak hanya itu, Handoko juga mengakui jika warga setempat juga dinilai memiliki kecerdasan emosional yang sangat baik.

“Dalam waktu satu malam saja, para pendukung tari yang kami ajarkan untuk mengisi acara di malam Festival Wonomarto 2019 sangat cepat memahami koreografi yang diarahkan. Terkesan, mereka sudah terdidik dan terbiasa dalam berkesenian,” pungkasnya seraya mengatakan Desa Wonomarto tidak hanya memiliki potensi alam, namun juga sumber daya manusianya cukup terampil dan bersahaja.
(rls smsi Lampura / Adrian volta )

 1,295 kali dilihat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.