Konflik Sengketa tanah di Lampura, Ini Penjelasan Tokoh Adat Desa Penagan Ratu

Konflik Sengketa tanah di Lampura, Ini Penjelasan Tokoh Adat Desa Penagan Ratu
LAMPUNG UTARA

Lampung Utara, lampungvisual.com-
Tokoh masyarakat chotmandyah, yang merupakan anak mantan Kepala Kampung Desa Penagan, Kecamatan Abung Timur, Kabupaten Lampung Utara, Akim glr. Jenjem Marga (Almarhum). Yang menjabat medio tahun 1971 sampai 1979, menceritakan kisah kelam dialami orang tuanya. Dikala berjuang mempertahankan tanah ulayat (adat) di duduki oleh PT. Pangan, dibawah naungan KKO atau sekarang disebut TNI AL.

Ia mengisahkan dimulai tahun 1971, saat Almarhum ayahanda (Akim glr. Jenjem Marga) terpilih menjadi Kades disana. Seiring berjalannya waktu, di tanggal 01 Oktober 1975, almarhum (Akim) mengumpulkan masyarakat adat di desanya di kediaman Almarhum Menteri Agama yang bernama Mayjend Alamsyah Ratu Perwira Negara untuk membahas permasalahan tanah masyarakat yang dikuasai oknum KKO atau sekarang TNI AL

Ketika itu, Hasil Musyawarah yang dihadiri oleh tokoh adat, tokoh masyarakat setempat menemukan kesepakatan bahwa permasalahan konflik tanah diserahkan sepenuhnya kepada Kepala Kampung yang saat itu Almarhum Akim.

Kisah kelam zaman itu masih terniang di ingatannya. Sebab, kekerasan sampai dengan ancaman yang dilakukan oknum KKO pada tahun 1976 kepada masyarakat, bahkan sampai 36 rumah di dusun dorowati yang sekarang masih diperjuangkan dibakar mereka. “Saya salah satu saksi hidup kekerasan dan ancaman yang terjadi pada tahun 1976 yang dialami oleh masyarakat dan dilakukan oleh oknum KKO pada waktu itu karena kemana pun Almarhum orang tua saya berpergian saya selalu menemaninya, ” Kata dia. Rabu (27/9/2023)

Baca Juga:  Kejaksaan Negeri Lampung Utara Sosialisasi Program Jaksa Garda Desa

Di zaman itu, Oknum KKO tidak ada rasa belas kasihan. Bahkan, siapa saja bagi mereka salah, maka dipukul dan dikarungi. contohnya mereka mengklaim tanah-tanah itu sampai Kali Way Rarem. Setiap panen mereka selalu meminta kepada masyarakat. Bahkan dulu kayu di tanah mereka sendiri saja diambil lagi oleh oknum KKO.

Almarhum (Akim) menjadi Kepala Kampung sampai akhir diberhentikan sementara oleh pemerintah daerah di kala itu, beliau tetap terus berjuang mempertahankan tanah ulayat tersebut. Bahkan beberapa kali Almarhum mendapatkan ancaman dari oknum KKO. Namun, demi masyarakatnya Almarhum tetap pada komitmennya untuk berjuang mempertahankan gak masyarakat.

Baca Juga:  Sejumlah Guru dan Murid Sekolah Dasar di Lampura Terpapar Covid-19

“Dulu juga bapak saya di berhentikan sementara oleh pemerintah karena ada permasalahan, yaitu ada yang mau mengklaim tanah seluas 200 hektare 300 hektare, tapi bapak saya enggak mau karena memang bukan milik mereka, pada saat itu kalau tidak ada tanda tangan bapak saya maka tidak sah,” sambungnya.

Perlu diketahui bersama, Tanah ulayat Desa Penagan Ratu jumlahnya 5.040 hektare, terbagi tiga yaitu 1540 hektare dulu ada permasalahannya dengan angkatan udara tapi, sudah selesai. Untuk tanah ulayat yang diduduki oleh dusun Penagan Jaya dan Gedung Jaya sekarang ini berjumlah 1.000 hektare itu terletak antara dari Way Tabak, Way Tulung Kakan sampai ke Way Merah.

Kemudian tanah dengan luas 2.500 hektare dari Way Tabak, Way Merah, sampai ke perbatasan Muara Sungkai Way Tulung Mas adalah milik ulayat adat anek (Desa) Penagan Ratu, termasuk di dalamnya ada tanah keluarga Joni Erix, dan disini hitungannya ada 1364 hektare tanah masyarakat yang dikuasai oknum KKO sampai sekarang.

Sebagai Tokoh Adat setempat dan saksi hidup sejarah kelam mengenai konflik tanah dengan oknum KKO atau sekarang disebut TNI AL, Chotmandyah sangat merasa prihatin dengan apa yang telah menimpa masyarakat sampai puluhan tahun ini belum juga menemui titik terang. “Mohon betul kembalikan tanah masyarakat, kepada Kimal tolong kembalikan, kepada bapak Presiden Ir.Joko Widodo dengarlah masyarakat dibawah ini bantulah mereka, mereka memeperuangkan hak nya tapi sampai sekarang tidak juga dikembalikan,” harapnya.

Baca Juga:  DPKP Lampura rencanakan program rumah Rusun tahun 2023

Bahkan Khotmansyah berpendapat, permasalahan yang terjadi di Lampung Utara hampir sama yang dialami oleh masyarakat melayu di Batam (Rempang) dimana hak mereka diambil alih, tapi sampai titi darah penghabisan masyarakat akan terus berjuang, dan kali ini bantuan Pemerintah juga amat dibutuhkan.

(Andrian Folta)

 399 kali dilihat