Me-NATA Lampung Dari Hulu

Me-NATA Lampung Dari Hulu
TULANG BAWANG BARAT

Tulang Bawang, (LV)-
Semakin dekat dengan ibukota, selayaknya menjadikan suatu daerah terimbas baik secara social budaya yang terlihat pada kesejahteraan maupun infrastrukturnya. Provinsi Lampung menjadi daerah yang sangat tepat untuk mencerminkan konteks kedekatan daerahnya dengan pulau Jawa maupun ibukota negara. Namun nyatanya provinsi Lampung harus lebih berbenah kembali karena keadaannya yang masih mengalami ketertinggalan daripada beberapa provinsi lainnya yang terdapat di pulau Sumatera. Hal ini dikatakan Dr. Nata Irawan, M.Si Analisis Kebijakan Ahli Utama, Kemendagri saat berbincang bersama Lampungvisual.com beberapa waktu lalu di sela- sela kegiatan Begawi turun duwai di Tiyuh Gunung Katun Tanjungan, Kecamatan Tulang Bawang Udik Tubaba.

Letak provinsi Lampung yang berdekatan dengan pulau Jawa yang berpenduduk sangat padat lanjutnya, mengakibatkan angka migrasi cukup tinggi, sehingga laju pertambahan penduduk di daerah ini mempunyai angka paling tinggi di Indonesia.

” Selama 50 tahun terakhir penduduk Provinsi Lampung telah meningkat 12.8 kali lipat, dari 3,61 ribu jiwa pada tahun 1930 menjadi 4,62 juta jiwa pada tahun 1980. Di tahun 2022, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk Provinsi Lampung mencapai 9.176.546 juta jiwa pada 2022, naik 94.754 ribu jiwa dibandingkan 2021. Jumlah penduduk Lampung tersebut terdiri atas 4.697.217 jiwa penduduk laki-laki dan 4.479.329 jiwa penduduk perempuan,” terang Nata Irawan.

Pertumbuhan ekonomi melalui PDRB Provinsi Lampung mengalami kenaikan mulai dari tahun 2016 hingga 2020, dengan total kenaikan sebesar Rp75,22 triliun atau 26,92%. Sementara itu, pada periode yang sama, pertumbuhan di sektor industri pengolahan juga mengalami kenaikan cukup signifikan hingga Rp16,59 triliun atau 31,75%. Apalagi ditambah dengan adanya kawasan industri, maka selayaknya penyerapan tenaga kerja menjadi lebih massif.

” Di Provinsi Lampung, terdapat dua kawasan industri (KI) operasional dan 10 KI yang akan dibangun, empat di antaranya merupakan target RPJMN 2020-2024 dan proyek strategis nasional (PSN). Peran Pemda tinggal mengintegrasikan hulu dan hilir terutama untuk komoditas unggulan daerah masing- masing yang perlu dipetakan dan dikelola wilayah industrinya,” jelasnya.

Dalam kaitan dengan pengentasan kemiskinan menurutnya, Provinsi Lampung perlu memikirkan persoalan di hulu, yakni bonus demografi yang penting dipikirkan, karena usia produktif yang berlimpah masih berkelindan dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran. Provinsi Lampung memiliki permasalahan kemiskinan di mana angka kemiskinan di Provinsi Lampung terbilang tinggi Jikalau diperbandingkan dengan provinsi lainnya yang berada di Pulau Sumatera. Tingginya jumlah penduduk miskin di Provinsi tahun 2016 berada di posisi ketiga dalam jumlah paling tinggi angka kemiskinan dari sepuluh Provinsi yang berada di Pulau Sumatera.

Baca Juga:  Resepsi Pernikahan Fauzun Meski Hujan Berlangsung Hikmat

” Bahkan Provinsi Lampung pada 2021 menempati peringkat lima belas besar penduduk miskin terbanyak dari 34 provinsi di Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, provinsi Lampung berhasil menekan angka kemiskinan linier dengan pertumbuhan ekonomi Lampung yang semakin membaik.
Secara makro, berdasarkan data BPS Lampung, pertumbuhan ekonomi Lampung pada 2022 mencapai 4,28 persen. Pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin baik di tengah situasi pandemi Covid-19 itu juga berkorelasi dengan penurunan kemiskinan di Lampung. Saat ini, persentase penduduk miskin di Lampung mencapai 11,44 persen sesuai dengan target pemerintah dalam menekan kemiskinan,” Kata Nata Irawan menambahkan.

Lebih lanjut, dikatakannya bahwa, indikator keberhasilan pembangunan lainnya adalah Indeks Pembangunan Manusia Lampung yang terus naik dan saat ini mencapai 70,45. Secara persentase provinsi termiskin di Sumatera adalah Aceh, Bengkulu, Sumsel dan Provinsi Lampung. Provinsi Aceh memiliki tingkat kemiskinan sebanyak 14,75 persen, Bengkulu 14,34 persen, Sumsel 11,95 persen dan Provinsi Lampung 11,44 persen.

” Jumlah 11,44 persen setara dengan 995.590 penduduk dibandingkan dengan jumlah penduduk Lampung yang tercatat 9 juta penduduk. Persentase penduduk miskin di Lampung pernah mencapai 1.091.140 jiwa atau setara dengan 12,76 persen pada September 2020. Dengan strategi dan koordinasi antar dinas terkait, pengentasan 95.550 penduduk miskin tercapai dalam dua tahun terakhir,” ungkapnya.

Begitupun dengan tingkat pengangguran, tahun 2019 tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,03 meningkat menjadi 4,52 di tahun 2022 (Agustus) yang masih jauh dari target dalam RKP (>5% deviasi dari nilai target), meski kemudian di tahun 2023 (Februari) kembali turun menjadi 4,18. Capaian tersebut berada di bawah nasional dan menjadi TPT terendah ketiga di Sumatera.

Baca Juga:  Dirgahayu DWP Ke-22, Tubaba Gelar Lomba Kreasi Makanan

Meskipun pembangunan Lampung sering kali mendapat kritikan, apalagi setelah adanya Bima Effect yang menyasar langsung pada infrastruktur Lampung yang tidak banyak berubah, terutama kondisi jalan masih banyak yang rusak. Meski begitu, provinsi Lampung termasuk masuk dalam tiga besar dalam penurunan angka stunting. Angka pencapaian prevalensi stunting pada balita di Provinsi Lampung sejak tahun 2018-2022 menunjukkan tren yang positif yakni sebesar 15,2%, setelah Bali (8 %) dan DKI Jakarta (14,8%).

Namun jika di-breakdown ke kabupaten/kota, perlu dicermati kondisi lebih riil, angka stunting di Kabupaten Lampung Utara masih terbilang tinggi diatas rata-rata nasional yakni sebesar 24,7 persen. Jelas, seluruh stakeholder harus bahu-membahu menggerakkan program- program yang dapat mempercepat penurunan stunting ini karena dampaknya yang signifikan merampas bonus demografi yang berkelimpahan di Provinsi Lampung dan cenderung menjadi beban negara di masa mendatang.

Fokus ke Hulu
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Lampung mencatat ada 4.063 orang sepanjang 2021 yang putus sekolah. Memang banyak APS (Angka Partisipasi Sekolah) ditemukan dari wilayah kabupaten dan masyarakat di wilayah pedesaan masih memiliki minat pendidikan yang rendah. Padahal Angka Partisipasi Sekolah menjadi salah satu faktor yang sangat penting guna meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selain dari faktor kesehatan dan juga ekonomi.

Kondisi kualitas manusia dapat dilihat dari jenjang pendidikan yang diselesaikan. Jika dibandingkan menurut kabupaten/kota, penduduk di Lampung sebagian besar sudah mengenyam pendidikan dasar pada tahun 2021. Pada kelompok umur 7-12, seluruh kabupaten/kota sudah melebihi 99 persen. Begitu pula untuk kelompok umur 13-15 sebagian besar sudah mencapai 90 persen, kecuali kabupaten Mesuji (89,87 persen) dan kabupaten Pesisir Barat (88,26 persen). Akan tetapi, untuk kelompok umur 16-18, sekitar 60-70 persen penduduk sudah mengenyam pendidikan menengah atas/SMA. Berbeda dengan level pendidikan diploma/universitas yang hanya sekitar 20 persen, bahkan ada kabupaten yang tingkat partisipasinya kurang dari 10 persen.

Capaian Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Lampung mengalami peningkatan 0,76 poin pada Tahun 2022 menjadi 70,45 (tinggi), meskipun mengalami peningkatan, capaian tersebut masih di bawah nasional dan menjadi capaian IPM terendah di Sumatera. Jika dibandingkan dengan daerah lainnya, posisi Provinsi Lampung bukan berada di juru kunci, bahkan sudah di posisi terakhir. Jika diamati demografi, maka perlu diperhatikan bahwa Lampung memiliki Lebih dari 68% Penduduk Lampung Berusia Produktif pada 2020. Hasil Sensus Penduduk (SP) 2020 mencatat, jumlah penduduk Lampung mencapai 9,01 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sebanyak 6,18 juta jiwa atau 68,56% dari total populasi Lampung merupakan kelompok usia produktif (15-64 tahun).

Baca Juga:  Suwardi Siap Ikuti Perhelatan Politik 2024

Terakhir, Kota Bandar Lampung dan Metro masih unggul di bidang pendidikan dari 13 kabupaten lainnya. Hal itu menunjukan masih terjadi ketimpangan pendidikan di Provinsi Lampung karena perbedaan fasilitas dan kesadaran masyarakat kota lebih tinggi. Tingkat ketimpangan yang rendah bisa jadi mencerminkan tingkat pembangunan yang rendah dan merata di seluruh wilayah. Sebaliknya ketimpangan yang terlalu tinggi bisa berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi, memperlambat pengentasan kemiskinan. Pembangunan di Provinsi Lampung harus dimulai dari hulu, yakni pembangunan manusianya.

” Jika tidak, demografi di Lampung akan menjadi petaka, bukan lagi bonus. Menata pembangunan pondasinya dari menata manusianya, jika manusianya berkualitas, maka pembangunan akan terkelola dengan baik. Namun jika kualitas manusianya lemah, maka pembangunan yang sedang berlangsung tidak akan berkelanjutan dengan baik. Kualitas pembangunan manusia yang baik, tidak hanya berhenti berpikir untuk 10-20 tahun ke depan, namun 50 tahun ke depan akan seperti apa wajah Lampung. Ke mana Lampung akan berlabuh, maka tergantung dari generasi emas yang tengah dipersiapkan Lampung saat ini menjemput tahun 2045 dengan kepala tegak dan optimisme,” pungkasnya. (BASRI SUBUR/SANUR)

 533 kali dilihat