Stunting Alias Kuntet: Dari MoU BKKBN-APINDO, Sampai Warning KPK Rp. 34 T Rawan Beset

Stunting Alias Kuntet: Dari MoU BKKBN-APINDO, Sampai Warning KPK Rp. 34 T Rawan Beset
Wakil Ketua Umum DPN APINDO Shinta Widjaja Kamdani (tengah) dan Kepala BKKBN RI dr Hasto Wardoyo, didampingi Ketua Dewan Pertimbangan APINDO Sofjan Wanandi (batik) menunjukkan dokumen MoU BKKBN-APINDO, pada acara di kantor DPN APINDO Jakarta, Rabu (22/2/2023). | Kolase Grid Art/dok. Instagram APINDO/Muzzamil
BANDAR LAMPUNG

Bandar Lampung, (LV) –
Saban tahun, saat peringatan Hari Gizi Nasional 25 Januari, telinga kita selalu didengungkan hal gawat yang meski cuma satu kata tetapi buat otak berpikir hebat bagaimana cara revolusioner terbaik demi menanggulanginya: stunting.

Stunting alias kuntet, kian menjadi isu seksi problem pokok pergizian nasional kita. Dari artikel Cegah Stunting Itu Penting terbitan Kementerian Kesehatan, diketahui stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia bawah 5 tahun (balita) akibat kurang gizi dalam jangka waktu lama, paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi.

Stunting dipengaruhi oleh status kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan balita, serta faktor ekonomi, budaya, maupun faktor lingkungan seperti sanitasi dan akses terhadap pelayanan kesehatan.

Fakta kunci sekitar juga mencengangkan. Rilis data Studi Status Gizi Indonesia (2021), 1 dari 4 anak Indonesia mengalami stunting, dan kurang lebih ada 5 juta anak Indonesia alami stunting. Apabila generasi penerus kerap alami stunting, akankah Indonesia melihat generasi emasnya di 2045? Dari itu, Indonesia menarget angka stunting turun hingga 14 persen pada 2024, dimana angka stunting pada 2021 lalu masih di 24 persen.

Menimbang 23 persen bayi lahir sudah stunting, gangguan pertumbuhan balita berakibat keterlambatan pertumbuhannya tak sesuai standar hingga berdampak fatal jangka pendek maupun jangka panjang ini, dan menilik efek akutnya masa mendatang, maka intervensi kehadiran negara harus dimulai sebelum bayi lahir, bahkan sejak saat perempuan masih di usia remaja.

Bagaimana gap problematika stunting di Indonesia? Sila cek fakta sajian lima data berikut. Sebanyak 8,3 juta dari 12,1 juta remaja putri Indonesia tidak mengkonsumsi tablet tambah darah dan berisiko anemia.

2,8 juta dari 4,9 juta ibu hamil di Indonesia tak periksa kehamilan minimal 6 kali. Hanya 46 ribuan dari 300 ribuan Posyandu aktif beroperasi. Ada 6,5 juta dari 22 juta balita di Indonesia tak dipantau pertumbuhan dan perkembangannya. Ada 1,5 juta relawan kader Posyandu di Indonesia yang belum memiliki standarisasi kemampuan.

Data lain, misal data survei status gizi tahun 2019 mencatat angka prevalensi stunting pada anak rentang usia 0 sampai 59 bulan (59 bulan setara 4,9 tahun) di Indonesia mencapai 27,7 persen atau 9,2 juta anak.

Apabila “kamu nanya, bertanya-tanya” apa ciri utama perbedaan pokok antara balita normal dan balita dengan riwayat stunting, maka ‘sat set sat set’ ada dua.

Kesatu, terlihat dari tinggi badannya, dimana balita dengan riwayat stunting terlihat lebih pendek dari balita seusianya (kuntet). Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, tinggi badan anak usia 0-59 bulan di Indonesia masih di bawah rata-rata tinggi badan anak negara-negara Asia Tenggara.

Kedua, yang tak terlihat: otak anak dengan riwayat stunting tak terbentuk dengan baik dan dapat berdampak panjang!

Pemerintah, mengklaim telah berusaha menihilkan risiko bayi lahir di Indonesia lantas pilu habis “owee..” sandang status stunting. Pemerintah menggerakkannya melalui Gerakan Cegah Stunting dengan lima item kegiatan program.

Pertama, Gerakan #AksiBergizi. Membentuk kebiasaan olahraga, sarapan dan konsumsi tablet tambah darah untuk menurunkan anemia pada remaja di sekolah.

Kedua, Gerakan #BumilSehat, yakni dengan meningkatkan kapasitas pemeriksaan dan pengetahuan ibu hamil untuk meningkatkan kesehatannya.

Ketiga, Gerakan #PosyanduAktif, ini dengan meningkatkan cakupan tumbuh kembang balita di Posyandu untuk deteksi dini dalam mencegah balita gizi kurang dan stunting.

Keempat, Gerakan #JamboreKader, dengan meningkatkan kapabilitas kader dalam memberikan pelayanan pratama terpadu.

Kelima, Gerakan #CegahStuntingituPenting. Mengedukasi masyarakat tentang stunting dan pencegahannya melalui pesan ABCDE.

Ke belakang ke depan, pun kini bangunan kesadaran sejati unsur negara dan rakyat Indonesia terus makin kokoh saja mematri bahwa stunting sebagai fakta gangguan pertumbuhan balita yang super serius, telah dan harus terus dijadikan sebagai salah satu pekerjaan rumah raksasa yang harus dituntaskan. Dengan atau tanpa deadline.

Sadar betapa krusial ihwal stunting dengan segala tetek bengeknya ini, ter-gres, satu upaya sinergi cegah stunting itu penting, dibesut taja kolaboratif lembaga negara pengampu kebijakan kependudukan dan kekeluarga berencanaan, dan asosiasi profesi sektor perekonomian nasional.

Ya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bersepakat, bergulat bersama. Memerangi stunting ini.

Melalui pemantik diskusi dilanjutkan dengan penandatanganan nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) soal Pelaksanaan Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana dan Percepatan Penurunan Stunting, yang ditandatangani oleh Ketua BKKBN Dr HC dr Hasto Wardoyo, SPOG (K), dan Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional (DPN) APINDO Shinta Widjaja Kamdani, pada acara dihelat di kantor DPN APINDO, Gedung Permata Kuningan Lt 10, Jl Kuningan Mulia Kav. 9C Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, pada Rabu (22/2/2023).

Baca Juga:  dr.Zam Edukasi Para Pelaku UMKM Tentang ECO Label Halal

Dari mimbar podium, Wakil Ketua Umum DPN APINDO Shinta Widjaja Kamdani pada pidatonya menguak terdapat korelasi antara stunting dan investasi, khususnya investasi dalam sektor kesehatan dan gizi.

Stunting, ujar Shinta, dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak yang dapat berdampak pada produktivitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan.

“Investasi dalam sektor kesehatan dan gizi, seperti pemberian makanan bergizi dan penyediaan akses terhadap pelayanan kesehatan, dapat membantu mencegah dan mengurangi angka stunting,” dedah Shinta, pendiri Angel Investment Network Indonesia (ANGIN) ini, disitat dari unggahan ofisial media sosial Instagram DPN APINDO, diakses di Bandarlampung, hari yang sama.

Selain itu, imbuhnya, investasi di sektor kesehatan dan gizi dapat memberikan dampak positif terhadap perekonomian.

“Anak-anak yang terhindar dari stunting cenderung lebih sehat, memiliki kemampuan belajar lebih baik, dan lebih produktif di masa depan. Hal ini dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di masa depan,” beber Shinta lagi, CEO Sintesa Group ibu dari 16 korporat manufaktur, energi, industri, dan produk konsumen itu.

Sadar tugas pokok dan fungsi serta peran dan peranan entitas usaha sekaligus selaku kekuatan penggerak (driving force) roda ekonomi, Shinta mendorong dunia usaha untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam upaya sistemik menangani stunting.

Shinta yang juga anggota APEC Business Advisory Council (ABAC) Indonesia, merinci sedikitnya empat upaya yang bisa dilakukan dunia usaha untuk menurunkan stunting.

Pertama, memberikan dukungan teknis seperti pelatihan dan pengembangan keterampilan bagi para petani atau produsen makanan untuk meningkatkan kualitas makanan yang diproduksi. “Serta, memastikan ketersediaan pangan yang bergizi,” paparnya.

“Kedua, membangun fasilitas kesehatan. Pengusaha bisa membantu pembangunan dan menyediakan fasilitas kesehatan dan gizi di sekitar perusahaan atau di wilayah terpencil. Penyediaan fasilitas diharapkan dapat dijangkau dengan mudah oleh warga masyarakat yang membutuhkan,” lanjutnya.

Ketiga, mengadopsi sekolah dan keluarga. Satu dari 30 CEO korporat global pilihan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) gabung dengan Aliansi Investor Global untuk Pembangunan Berkelanjutan ini memberi perspektif, pengusaha dapat mengadopsi sekolah atau keluarga di wilayah sekitar perusahaan untuk memberikan dukungan dalam hal gizi dan kesehatan.

Program ini, sambung ia, dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan dan gizi, serta membantu mengurangi risiko stunting pada anak-anak.

Lalu keempat, membangun kerja sama. Pengusaha dapat membangun jejaring kerja sama dengan lembaga-lembaga terkait untuk meningkatkan koordinasi dan sinergi dalam mengatasi masalah stunting.

“Hal ini dapat membantu mempercepat penanganan stunting dan meningkatkan efektivitas program-program yang ada.”

Adapun, Wakil Ketua Umum DPN APINDO Suryadi Sasmita mengelaborasi tiga hal terkait dampaknya. Pertama dia bilang, stunting di Indonesia berpotensi menjadi bencana demografi sebab dampaknya luas dan panjang bagi tumbuh kembang anak, bagi kesehatan masyarakat dan terhadap ekonomi nasional.

“Misalnya dalam jangka panjang stunting berdampak pada kemampuan anak untuk belajar, kemudian bekerja ketika dewasa, dan terkait produktivitas di masa depan. Hal ini berpotensi merusak potensi manusia sebagai sumber daya yang penting bagi perkembangan ekonomi dan sosial suatu negara,” kata Suryadi Sasmita.

Kemudian kedua, stunting juga menambah beban ekonomi keluarga dan masyarakat. Apa pasal? “Karena biaya untuk mengatasi stunting dan penyakit terkait tergolong tinggi. Persoalan itu dapat mengurangi aksesibilitas dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makanan dan perawatan kesehatan,” tandas dia.

Lalu celakanya, terakhir, stunting dapat meningkatkan ketidaksetaraan sosial. Karena, stunting cenderung sering dialami oleh keluarga yang kurang mampu atau hidup dalam kondisi sosial ekonomi yang rendah. “Hal tersebut dapat meningkatkan ketimpangan dan ketidaksetaraan sosial di masyarakat. Hal ini dapat berdampak pada kestabilan sosial dan ekonomi secara keseluruhan,” potret dia.

Kesempatan yang sama, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menekankan sesuai arahan direktif dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), sinergi lintas sektor dan keahlian jadi kunci penting kesuksesan penurunan prevalensi stunting nasional.

“Kami mengapresiasi upaya baik hari ini, APINDO telah mengambil peran untuk bergotong-royong membangun sumber daya manusia yang unggul, dan memastikan bahwa kedepan Indonesia memiliki sumber daya manusia yang cerdas, unggul, dan berdaya saing,” petikan pidato eks Bupati Kulonprogo, DI Yogyakarta ini.

Istimewa, momen penanda sinergi kesekian kalinya antara BKKBN dan APINDO yang telah lama terjalin ini, turut dihadiri langsung Ketua Dewan Pertimbangan APINDO Sofjan Wanandi. Didampingi pula Ketua APINDO Bidang Properti dan Kawasan Ekonomi Sanny Iskandar, pengurus DPN APINDO lain, pengurus DPP APINDO se-Indonesia via Zoom, serta jajaran pejabat eselon BKKBN.

Baca Juga:  Patroli Roling Kota Antisipasi Gangguan Kamtibmas

Menolak lupa, sebagai informasi pengingat, seperti telah turut diabadikan BKKBN dalam buku saku Panduan Pelaksanaan Kerjasama BKKBN Dengan DPN APINDO, tahun 2011 silam, kedua pihak saat itu terlibat sinergi serius gotong royong sukseskan program Keluarga Berencana (KB) di perusahaan.

BKKBN menggalakkan lagi program KB di perusahaan ini, melalui pola kemitraan bersama APINDO, sebagai bagian upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk.

Melalui program ini, komitmen perusahaan mengembangkan program KB kembali digiatkan melalui fasilitasi kepesertaan buruh/pekerja/karyawan perusahaan klaster pasangan usia subur (PUS) ikut di program KB 100 persen, menjadi peserta KB aktif.

BKKBN membidik, program bertujuan untuk memenuhi target peserta KB baru melalui jalur perusahaan. Optimalisasinya bertujuan mempersiapkan SDM berkualitas serta mencapai target pemerintah saat itu dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015.

Secara, produktivitas, selain menyumbang jumlah peserta KB, maka dengan semakin banyaknya buruh/pekerja/karyawan PUS yang mengikuti program KB ini juga nyata berdampak pada efektivitas kinerjanya.

Dengan menjadi peserta KB, produktivitas karyawan perusahaan bisa meningkat mengingat tak lagi banyak terbebani tugas rutin mengurus anak karena telah ikut KB.

Terjalin baiknya kerjasama, pelayanan KB pun makin berbiak di perusahaan. Disini, premis dengan semakin banyaknya buruh/pekerja/karyawan yang diikutsertakan atau dimotivasi untuk ber-KB maka jumlah cuti hamil jadi tidak terlalu intens dan gaji dari perusahaan akan dirasa efektif mencukupi kebutuhan keluarga karyawan, jadi berlaku.

Kerja sama intensifikasi layanan program KB perusahaan, diharapkan beri peluang pada buruh/pekerja/karyawan perusahaan dan masyarakat di lingkungan perusahaan untuk mendapatkan pelayanan KB, dimana BKKBN menyuplai alat kontrasepsi jangka panjang seperti IUD dan susuk KB ke perusahaan yang punya faskes klinik KB dan kesehatan.

Mencuplik pembumian senada tingkat tapak, ambil contoh penandatanganan perjanjian kerja sama (PKS) oleh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Riau Mardalena Wati Yulia dan DPP APINDO Riau diwakili sekretaris Edi Darmawi, pada pertemuan koordinasi tingkat provinsi dan kabupaten/kota sebagai upaya intensifikasi pelayanan KB di Faskes se-Provinsi Riau, di Grand Central Hotel, Pekanbaru Riau, 16 Juni 2022.

Disaripatikan, Sekretaris APINDO Riau Edi Darmawi bilang, pelayanan KB Perusahaan sangat dibutuhkan bagi perusahaan, gaung program ini menjadikan kerjasama BKKBN-APINDO akan berdampak positif baik bagi kedua belah pihak, dan sangat luar biasa.

“Ketika KB dijalankan, produktivitas sudah pasti baik, karena dia (buruh/pekerja) merasa aman dan nyaman di keluarganya. KB tidak hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga dunia usaha,” bijak Edi.

Terkait berbagai program KB termasuk penanganan stunting, APINDO Riau siap sosialisasikan ke perusahaan-perusahaan di Riau untuk menjadikan program ini jadi salah satu perhatian terutama sebagai bagian tanggung jawab sosial perusahaan terhadap pembangunan masyarakat. Jos!

Kini kita ke insight lain seputar ihwal rasuah. Bicara program, bicara anggaran. Presiden Jokowi sukses menasbihkan diri jadi pemimpin pembaharu adagium high risk nun bila jitu tereksekusi bisa merubah adrenalin menjadi hormon endorfin: money follow program.

Tetapi masih jadi kultur di negeri kita ini, dimana ada gula disitu semutnya banyak. Dan tikus konon tak mati-mati di lumbung padi. Justru malah sendawa, kentut pula. 25

Ya, adalah Niken Ariati, Koordinator Harian Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang dalam satu webinar Hari Gizi Nasional 25 Januari 2023, mengingatkan pentingnya pengelolaan anggaran yang diperuntukkan untuk program peningkatan gizi masyarakat secara transparan, akuntabel, dan tepat sasaran.

Salah satunya, pada program penurunan prevalensi stunting, dimana stunting ini salah satu persoalan gizi nasional saat ini.

Diketahui, sebagai pembuktian keseriusan negara dalam program penanggulangan stunting, salah satunya dengan alokasi pagu anggaran belanja nasional yang mencapai Rp34,1 triliun.

Perinci, terbesar berada di Kementerian Sosial sebesar Rp 23,3 triliun, Kementerian Kesehatan Rp8,2 triliun, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rp1,3 triliun, BKKBN (koordinator pelaksana) Rp810 miliar, serta tersebar di 17 kementerian/lembaga negara lainnya.

KPK mengingatkan, pengalokasian dana program yang cukup besar ini perlu diikuti pengelolaan dana yang baik. Hal ini yang jadi titik rawan terjadinya korupsi.

“Sehingga perlu upaya lebih lanjut untuk dapat ciptakan penanganan stunting dan pengelolaannya yang bebas dari risiko korupsi,” ujar Niken Ariati.

Disebutkan, KPK melalui Kedeputian Koordinasi Supervisi dapatkan informasi adanya laporan inspektorat pemerintah daerah (pemda) terkait pengadaan pada program penurunan prevalensi stunting yang tidak memberikan manfaat optimal.

Baca Juga:  Masjid Baitul Ilmi IIB Darmajaya Kembali Gelar Salat Jumat

Selain itu, meski program ini jadi prioritas nasional, penganggaran program ini juga bukan jadi prioritas pada beberapa pemda.

Lalu dari identifikasi yang KPK lakukan, terdapat beberapa praktik dalam upaya penanganan prevalensi stunting yang berisiko menimbulkan korupsi. “Praktik tersebut dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu anggaran, pengadaan, dan pengawasan,” bedah Niken. Waduh!

Ujar Niken, pada aspek penganggaran, temuan lapangan menunjukkan adanya indikasi tumpang-tindih perencanaan dan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah.

Pada aspek pengadaan, adanya pengadaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik sumber dana pagu APBN masih belum berjalan optimal.

“Pada aspek pengadaan juga terdapat pengadaan barang yang tidak dibutuhkan. Sebagai contoh untuk program Pemberian Makanan Tambahan atau PMT, yang diseragamkan ke seluruh daerah tanpa analisis kebutuhan objek. Hal ini membuat pengadaan barang yang tidak berguna bagi masyarakat,” ungkap ia.

Lalu, “Pengadaan alat peraga (pendukung kampanye) juga bersifat sentralistis yang menyebutkan bahwa terdapat keterbatasan peran vendor. Vendor yang menyediakan alat tersebut harus dapat lisensi BKKBN,” imbuh Niken.

Selanjutnya, pada aspek pengawasan? “Belum ada pedoman teknis untuk APIP dalam melakukan audit atau pengawasan khusus terkait pelaksanaan program,” beber Niken pula.

“Nah, praktik-praktik dalam aspek tersebut amat berisiko menimbulkan penyimpangan yang berujung pada tindak pidana korupsi. Hal ini tidak bisa disepelekan karena akan berdampak pada pelayanan kesehatan gizi yang masyarakat dapatkan,” lugas ia.

Lantas apa yang kemudian harus dilakukan, Bu Niken? Dari berbagai temuan tersebut, KPK menyorong beberapa rekomendasi. Pada aspek penganggaran, jelas Niken, KPK merekomendasikan adanya integrasi perencanaan dan penganggaran antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencegah terjadinya tumpang tindih alokasi anggaran.

“Kedepannya juga dibutuhkan peran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam menyusun Pedoman Penyusunan APBD-nya,” besut ia.

Berikutnya, tim Stranas PK akan mendorong integrasi perencanaan dan penganggaran melalui format digital mulai dari level desa hingga pusat, termasuk monitoring proses penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja (Renja), Rencana Kerja Anggaran (RKA), dan Daftar Isian Pagu Anggaran (DIPA). “Sehingga ke depan tagging anggaran untuk stunting benar-benar mendukung penurunan prevalensi stunting,” bidik Niken.

Selanjutnya pada aspek pengadaan, perlu adanya kajian efektivitas dari barang yang dihasilkan dan beban administrasi dengan mempertimbangkan kebutuhan objek sehingga dapat bermanfaat.

Ia menggarisbawahi, kementerian/lembaga (K/L) juga perlu mempersiapkan dengan baik terkait petunjuk teknis (juknis) dan koordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) terkait kesesuaian barang yang tampil di e-katalog.

Selain itu, diperlukan pedoman teknis yang akan digunakan inspektorat pemda guna lakukan pengawasan program percepatan penurunan prevalensi stunting ini. Para rekomendasi, diharapkan dapat mencegah adanya penyimpangan dalam upaya percepatan penurunan prevalensi stunting.

Masih tingginya derajat problem pokok sistem kesehatan nasional Indonesia, terutama masalah gizi pada balita yang masih menjadi masalah kesehatan yang tergolong tinggi di Indonesia, salah satunya masalah stunting, dari sisi prevensi dan proteksi kebijakan politik anggarannya, disikapi KPK antara lain bersama Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres) RI dengan menggelar audiensi dan koordinasi terkait upaya pencegahan korupsi pada penurunan stunting balita, pada Oktober 2022 lalu.

Sekali lagi, program yang termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, menimbang upaya penurunan stunting menjadi program prioritas nasional untuk mencapai target yang diharapkan pada tahun 2024 nanti ini, tak ayal juga jadi bagian konsen KPK.

Data survei Kementerian Kesehatan RI, kasus stunting di Indonesia tahun 2022 masih bertengger di angka 21.6 persen. Target nasional pada 2024, prevalensi stunting ditarget turun hingga 14 persen, dengan rerata penurunan stunting di atas 3,3 persen per tahun.

Bukan salah bunda mengandung, bersama BKKBN, APINDO yang per historis lahir pada 31 Januari 1952 silam ini, juga ikut ambil bagian dan andil peranan, berangkat dari sesadar-sadarnya kegentingan tanpa dipaksa, untuk itu, demi terjaganya human capital Negeri Zamrud Khatulistiwa ini dari cenayang stunting. Semoga. [red/Muzzamil]

Tagged