Wah, Rektor IIB Darmajaya Sebut Mas Menteri Nadiem Sigap Lho!

Wah, Rektor IIB Darmajaya Sebut Mas Menteri Nadiem Sigap Lho!
Ki-ka: Rektor IIB Darmajaya, Dr Firmansyah Yunialfi Alfian dan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim MBA. | Kolase: CollageMaker/net/Muzzamil
BANDAR LAMPUNG

BANDARLAMPUNG, (LV)
Bukan pujian bukan sanjungan. Tetapi entah kenapa, sepenggal kalimat nukilan pidato kala sambutan rektor kampus satu ini, tetiba menyebut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, atau disapa Mas Menteri, sosok yang sigap.

Siapa dia? Dialah Rektor Institut Informatika dan Bisnis (IIB) Darmajaya, Dr Ir Firmansyah Yunialfi Alfian MBA MSc.

Rektor kampus yang berbasis di Jl Zainal Abidin Pagar Alam nomor 93, Kelurahan Labuhanratu, Kecamatan Gedongmeneng, Bandarlampung ini menyebut Mas Menteri demikian, saat pidato pembukaan agenda Seminar Nasional bertajuk “Strategi Sukses Menuju Kampus Merdeka” yang dihelat di Emersia Hotel & Resort Lampung, Jl Wolter Monginsidi nomor 70 Kelurahan Pengajaran, Telukbetung Utara, Bandarlampung, pada Minggu 26 Desember 2021 lalu.

Sebelum sampai ke “sigap”, rektor yang Desember ini juga baru terpilih kembali untuk kali kedua sebagai Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) II-B Lampung 2021-2025 dan menaungi 71 PTS anggota stelsel aktif ini kala pidato itu mengungkap transedensi keniscayaan akan adanya sebuah perubahan.

“Perubahan adalah suatu keniscayaan baik cepat maupun lambat. Sehingga, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menciptakan kita agar cepat beradaptasi dengan perubahan tersebut. Baik itu, perubahan era teknologi 4.0, yang sekarang sudah masuk ke era Society 5.0,” sebut dia impresif.

Firmansyah mengafirmasi hikmah, ada satu hal yang positif dengan adanya pandemi global COVID-19 saat ini. “Kita dipaksa beradaptasi dengan teknologi,” tandasnya.

“Kita juga bersyukur, kondisi perubahan yang cepat Menteri Pendidikan (Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, red) pun dengan sigap meluncurkan MBKM,” itu dia, menyebut sigap dimaksud.

Menurut mantan anggota DPRD Kota Bandarlampung 2004-2009 dan DPRD Provinsi Lampung 2009-2014 ini, dengan adanya Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), menunjukkan adanya kebebasan bagi kampus perguruan tinggi dan mahasiswa, memanfaatkan total 60 Sistem Kredit Semester (SKS) agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan.

“Semoga kita akan sukses dengan strategis sukses menuju Kampus Merdeka, yang langsung dari narasumbernya (menimba ilmu secara langsung dari mitra berkualitas dan terkemuka, red),” tuntasnya.

Sebagai informasi, seminar sehari dua sesi pagi siang empat narasumber ini bersumber dana Program Penelitian Kebijakan Kampus ‘Merdeka Belajar Kampus Merdeka’ dan Pengabdian Masyarakat Berbasis Hasil Penelitian dan Purwarupa PTS, fasilitasi penyelenggara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Tinggi dan Riset Teknologi (Dikti Ristek) Kemdikbudristek Tahun Anggaran 2021.

Sang Dirjen Diktiristek Kemdikbudristek, Prof Ir Nizam MSc DIC PhD IPU Asean Eng, yang juga narasumber utama, menguak tantangan di depan mata masih sangat banyak dan membutuhkan perguruan tinggi agar kita jadi negara maju dan sejahtera.

Baca Juga:  Menjelang H-1 Pergantian Tahun Sejumlah Personel Kodim Gencar Melakukan Himbauan

“Saat ini, demokrasi dan transportasi sosial, kesenjangan kemiskinan dan pemenuhan kebutuhan dan capaian pendidikan masih jauh dari yang diharapkan. Namun kita tidak perlu patah semangat, dengan adanya Program MBKM yang dibantu perguruan tinggi, semoga semua dapat diatasi,” kata Dirjen Nizam.

Terkait Tri Dharma Perguruan Tinggi dan daya saing bangsa, Guru Besar Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada ini mengatakan, peran unik dari perguruan tinggi adalah menyiapkan mesin-mesin pertumbuhan yang berkelanjutan, menyiapkan tenaga kreatif dan inovatif sebagai modal SDM.

“Dan, menghasilkan mesin inovasi dan rekacipta, tulang punggung inovasi, sebagai penggerak ekonomi,” paparnya.

Profesor Nizam memang acap menyebut, saat ini kreativitas dan inovasi menjadi kata kunci penting, memastikan pembangunan Indonesia yang berkelanjutan. Mahasiswa yang kini belajar di perguruan tinggi ujar dia, harus disiapkan menjadi pembelajar sejati yang terampil, lentur dan ulet (agile learner).

Narasumber berikut, dosen senior Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik UGM, Lukito Edi Nugroho PhD dalam presentasinya, “Mewujudkan Konvergensi Tridarma (Studi Kasus di Fakultas Teknik UGM)”, gamblang mengulas tantangan Tri Dharma Perguruan Tinggi kini.

“Yaitu, adanya sekat-sekat penghalang juga masih kuat, baik internal di dalam sebuah darma maupun dalam interaksi antara dua darma,” lugasnya, mencengangkan.

Selain itu, beber sarjana UGM 1989, Master of Science dari James Cook University 1995, dan Philosophy Doctor Monash University 2002 tersebut, banyak upaya-upaya sudah dilakukan, “tetapi belum efektif”.

Terutama, karena masih didasari oleh cara pandang sektoral atau parsial. “Sedangkan konvergensi Tri Dharma sebagai sebuah strategi yaitu memperbesar kapasitas relasi intra dan antar-pilar,” deduksi akademisi yang pernah ditugasi rektornya memimpin PT Gamatechno Indonesia, perusahaan TIK UGM, dan punya peminatan riset rekayasa perangkat lunak, komputasi terdistribusi dan bergerak, dan penerapan TIK dalam dunia pendidikan dan pemerintahan itu.

“Sehingga (bila konvergensi Tri Dharma sebagai sebuah strategi yaitu memperbesar kapasitas relasi intra dan antar-pilar tadi telah terpenuhi syarat materialnya maka) mampu mengakomodasi upaya-upaya pembentukan konstruk dan mekanisme baru yang bisa membangkitkan dampak yang lebih besar,” simpul Doktor Lukito, yang jua terlibat perintisan dan pelaksanaan proyek AUN/SEED-Net, jejaring kerja sama antar PT teknik di ASEAN disponsori JICA, dan merintis-mengembangkan program Magister Teknologi Informasi UGM dan S2 CIO kerja sama UGM dan Kemkominfo.

Baca Juga:  Rakor Perangkat Daerah Lingkup Pemerintahan dan Kesra untuk Percepatan Penyerapan Realisasi Anggaran Program dan Kegiatan

Dari tuan rumah, narasumber selanjutnya, Wakil Rektor I Bidang IIB Darmajaya, Dr RZ Abdul Aziz, menerangkan, upaya Mas Menteri (Nadiem Makarim) mengenalkan program MBKM, memberikan kebebasan dan otonomi kepada lembaga pendidikan, merdeka dari birokrasi, dosen dibebaskan dari birokrasi berbelit, mahasiswa diberikan kebebasan memilih bidang yang disukai.

“Strategi sivitas kampus IIB Darmajaya dalam implementasi MBKM dan IKU (akronim dari Indeks Kinerja Utama) institusi, yaitu membentuk lembaga MBKM (Direktorat MBKM), membuat peraturan dan surat keputusan, serta menyusun panduan atau pedoman program pencapaian IKU,” papar doktor jebolan Negeri Sakura ini.

Kemudian, melakukan perubahan kurikulum, menyusun prosedur operasional bagi sivitas akademika, menyusun prosedur operasional bagi mahasiswa, membuat dokumen kerja sama, “dan melakukan sosialisasi panduan atau pedoman prosedural kepada semua sivitas akademika IIB Darmajaya,” ujar Aziz.

Adapun, pada seminar hibrida luring-daring, dipandu dosen Magister Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer, Sekretaris LP4M IIB Darmajaya, kini juga Sekjen DPP Relawan Teknologi Informatika dan Komunikasi (RTIK) Dr Muhammad Said Hasibuan itu, hadir narasumber lainnya, Sekretaris Dirjen Diktiristek, Dr Prasistiyani Nurwardani.

Sekadar pengingat, berbicara strategi, ke depan tantangan berat dunia pendidikan nasional kita utamanya pendidikan tinggi, seperti pernah disampaikan oleh Ketua Umum APTISI Dr M Budi Djatmiko saat Muswil APTISI Lampung 11 Desember 2021 lalu, mesti direspons para perguruan tinggi dengan kedepannya sudah harus berbasis konsep high flexible (highflex).

Bukannya apa, menimbang kondisi saat ini, seperti dibunyikan Profesor Nizam (saat itu masih selaku Plt Dirjen Dikti Kemdikbud), kala Pidato Ilmiah Dies Natalis UNY ke-56, di Ruang Sidang Utama Rektorat Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada 18 Mei 2020, dimana kita dihadapkan pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang sangat pesat, invensi dan inovasi diciptakan dengan laju eksponensial.

Akibat kemajuan iptek itu terjadi perubahan besar dan cepat dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang memasuki berbagai sendi kehidupan manusia.

“Tanpa terasa perilaku dan cara hidup kita terpengaruh dan bahkan dibentuk oleh teknologi. Telepon genggam telah menjadi perekam seluruh data kegiatan kita sehari-hari, dari bangun tidur hingga kembali ke peraduan,” betul kata Nizam.

Perubahan itu imbuh eks Sekretaris Dewan Pendidikan Tinggi 2008-2013, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kemdikbud, Plt dan Dirjen Dikti 21 Juli 2020-Agustus 2021, dan Plt sebelum kini Dirjen Dikti Ristek ini, terjadi dalam rentang waktu yang begitu cepat sehingga terjadi Revolusi Industri 4.0.

Baca Juga:  Polda Lampung Gelar Sertijab Pejabat Kepolisian Daerah Lampung

Banyak pekerjaan, cara kerja lama, lenyap! Kemana? “Digantikan oleh teknologi dan mesin-mesin cerdas, sementara jenis pekerjaan baru bermunculan. Kita dihadapkan pada kondisi masa depan yang penuh dengan vulnerability, uncertainty, complexity, dan ambiguity,” intensinya.

“Karenanya perguruan tinggi harus berubah bila tidak ingin menjadi museum masa lalu dan ditinggalkan oleh mahasiswa,” resolusi dia.

Revolusi Industri 4.0, sebut Nizam, harus direspons dengan “Revolusi Pendidikan 4.0” yang hasilkan lulusan dengan kompetensi yang luwes alias “agile”, wawasan yang luas, fleksibel dan gayut dengan kebutuhan dan perubahan zaman atau “future proof”.

“Cara belajar harus adaptif dan fleksibel untuk memberi ruang bagi lahirnya generasi yang agile, adaptif, kreatif, dan pembelajar sepanjang hayat,” wanti pehobi bersepeda kelahiran Surakarta ini.

Lebih lanjut pidato Nizam bilang, dalam masa sangat dinamis ini, perguruan tinggi harus merespons cepat, tepat. Kebijakan Merdeka Belajar: Kampus Merdeka luncuran Mendikbud (Permen 3/2020) ialah kerangka menyiapkan mahasiswa menjadi sarjana yang tangguh, relevan dengan kebutuhan zaman, dan siap menjadi pemimpin dengan semangat kebangsaan yang tinggi.

“Melalui program ini mahasiswa dapat mengasah hardskills maupun softskills-nya secara langsung melalui pengalaman yang beragam (experiential learning) sesuai passion dan cita-citanya,” harap profesor eks tim inti penyusunan UU Dikti pada 2012, UU Pendidikan Kedokteran tahun 2013, dan UU Keinsinyuran tahun 2014 silam ini.

Kurikulum perguruan tinggi, di lapangan, diimplementasi secara kaku saat ini harus dirombak, karena tujuannya menghasilkan lulusan yang lentur, luwes (agile learners). “Perguruan tinggi diharap mampu hasilkan modal manusia unggul serta membangun kedaulatan dan peradaban bangsa yang bermartabat,” terus dia.

Menyinggung peran Lembaga Pendidikan Tinggi Kependidikan, saat itu disebutnya tentu sangat sentral untuk menyiapkan guru-guru yang mampu jadi ujung tombak pendidikan anak bangsa.

Meminjam istilah Rektor IIB Darmajaya Dr Firmansyah Yunialfi Alfian menyebut Mas Menteri Nadiem di awal tadi, maka publik pendidikan tinggi juga diharapkan harus siap, hanya ada satu kata: sigap! Begitu, bukan? [red/Muzzamil]

 321 kali dilihat

Tagged