Yang Turut Bertakzim Di Tasyakuran Gelar Profesor Wahyu Sasongko

(Prof Dr Wahyu Sasongko SH MH, pada acara apresiasi dan tasyakuran atas pengukuhan gelarnya, di kediaman ekonom FEB Unila Asrian Hendicaya, Way Huwi, Jati Agung, Lampung Selatan, Sabtu (5/9/2020). Courtesy Photo: Dandy Ibrahim)
PROFIL & SOSOK

Bandar Lampung-
Lazimnya demo, actie massa, demonstrasi, perancang- panitia inti menyiapkan perangkat aksi.

Yel pemikat, spanduk baliho isu utama nan hangat, megaphone penyemangat, daftar orator dan negosiator hebat, hingga seabreg kopi pernyataan sikap tersemat. Tak lupa, “Hidup Rakyat!”

Ini kali ‘demo’-nya berbeda. Ditengah gerayang hantu pandemi 217 negeri gentayang, mereka berdemonstrasi mendekonstruksi. Me-reaktualisasi. Gerak zaman.

Dari Indonesia. Dari Lampung. Tak jauh dari Bandarlampung, di sebuah lokasi Jl Airan Raya Nomor 7 RT 01 Desa Way Huwi, Jati Agung, Lampung Selatan, Sabtu (5/9/2020). Pagi hingga siang.

Tak ikut merasakan langsung atmosfir dan pusaran semangat dekonstruksi dan re-aktualisasi tersebut, memantau virtual dari pergerakan obrolan di grup ofisial pembaca portal daring Teras Lampung, ampuan Oyos Saroso HN.

Namun, sisi positif bagi penulis, yang cukup mereka-reka menerka-nerka bebunyian obrolan fisik ruang nyata mereka. Menyimpan penasaran, pun alih-alih para pembaca budiman.

Ya, hadirin acara sederhana, penajuk bersama, apresiasi dan tasyakuran atas pengangkatan gelar akademik Profesor/Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Wahyu Sasongko.

Tanpa korlap, tanpa agitator, tanpa kurir/dinamisator dan barisan pelopor, tanpa teriakan “awas provokator”. Tak ada spanduk, adanya, bunyi seruput kopi. Waw.

Hadir bergelombang, berkumpul para intelektual organik sejawat Profesor, aktivis prodemokrasi Lampung lintas masa pergerakan, jurnalis, budayawan, hingga praktisi pembangunan.

Tersebut, ‘dedengkot’ aktivis, berkiprah memperjuangkan keadilan hukum dan demokrasi sejak pucuk dekade 80-an, pendiri YPBHI, kini Sekjen merangkap Plt Ketum DPP Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga Indonesia (Seknas Jokowi), dan komisaris utama merangkap komisaris independen BUMN PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI Dedy Mawardi.

Kompak hadir bareng sang istri, aktivis perempuan pendiri Elsapa, LSM Damar, dan LAdA Damar, bekas Ketua Komnas HAM, kini ketua DPW Seknas Jokowi Lampung, Siti Noor Laela.

Juga, sejawat Prof Dr Wahyu Sasongko SH MHum, nama gelar Mas Wahyu, yang pernah lama gabung bareng di NGO Lampung Parliament Watch.

Selain tuan rumah ‘seksi kesibukan’, ekonom Lampung, pegiat lembaga kajian pembangunan Pusiban, mantan ketua Masyarakat Ekonomi Syariah Lampung, akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila, Asrian Hendicaya.

Baca Juga:  Tengok Senyum Duo Pesohor Pemecah Rekor 100x Donor Ini, Wow!

Pun ada, akademisi FISIP –dulu pernah lama di– Universitas Bandar Lampung (UBL) kini Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), juga kolumnis aktif media massa, Jauhari Zailani.

Dari kampus Wahyu, ada Prof Sunarto.

Dua pengusaha/praktisi pembangunan nun sesama eks politisi, Ketua Perkumpulan Kontraktor Konstruksi Umum dan Ketenagalistrikan Indonesia (Pakklindo) Lampung Ferdi Gunsan, dan Ketua APBAI (Asosiasi Pengusaha Batu Andesit Indonesia) Lampung, Ginta Wirya Senjaya.

Ferdi Gunsan pernah jadi Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Lampung Bidang Informasi dan Komunikasi 2009-2014. Orang dekat Kyay Oedin, sapaan Dubes LBBP RI untuk Republik Kroasia, bekas Gubernur Lampung dua periode, 2003-2008 dan 2009-2014.

Ginta, jauh sebelum pernah sejenak memimpin Gebu Minang Lampung, dan jadi anggota Tim Percepatan Pembangunan Infrastruktur Lampung bentukan Pemprov Lampung era Ridho-Bachtiar, pernah melanglang buana mencoba peruntungan politik pilkada 2005. Pun pernah terdapuk Korda Lampung DPP Partai Hanura.

Berikut, mantan wartawan Lampung Post dan wakil bupati Tulang Bawang, Heri Wardoyo, hadir bersama sejawat sesama alumni Lampost, dan sesama Ahli Pers Dewan Pers untuk Lampung, ketua AJI (Aliansi Jurnalis Independen) Lampung pertama, Oyos Saroso HN.

Tak tampak bersama Oyos, wartawan cum sastrawan, koresponden The Jakarta Post itu, Mas Alina Arifin istrinya, redaktur Teras Lampung. Oyos didampingi redaktur lainnya, Dandy Ibrahim, mantan aktivis antikorupsi, lama berjuang dibawah panji LSM Komite Anti Korupsi (KoAK) Lampung.

Sempat menyapa pembaca budiman diatas, sosok budiman satu ini hadir. Jurnalis senior LKBN Antara Lampung, kini juga redaktur Redaksi Polhukam Antara, Budisantoso Budiman.

Lainnya, ada advokat mantan direktur eksekutif LBH Bandarlampung Indra Firsada, advokat/direktur LBH PAI (Perkumpulan Advocaten Indonesia) Lampung Muhammad Ilyas, aktivis 1998 satu basis kampus (dulu FE) FEB Unila beda komunitas pengorganisiran, Rifky Indrawan dan Dedi Rohman.

Pascakampus, Rifki salah satunya pemberdaya digitalisasi gerakan ekonomi desa dan Organisasi Rakyat, selain tenaga ahli salah satu pemda. Terkini, Rifki juga mengampu Kururio cabang Lampung, salah satu start-up taksi daring, kurir dan food delivery. Perkini, Dedi Rohman menerjuni bisnis pers konvergen, bos MonologisID.

Baca Juga:  Bandarlampung & Lampung Barat Ikuti Festival Payung Indonesia, 2-4 September

Juga ada bos media lainnya, mantan jurnalis Radar Lampung, hingga kini Pinum Trans Lampung, lebih dikenal bahkan pernah viral sembuh dari sakit parah dideritanya gegara mukjizat Allah, dukungan istri, dan terapi minum kopi yang mengantarnya sukses hebat pewaralaba (setelah menekuni sejak menjadi) founder/CEO Warkop Waw, Ismail Komar.

Ikut pula hadir, aktivis/politisi perempuan, salah satu pengurus DPD Partai Perindo Kota Bandarlampung, Eka Tiara Chandranada.

Jadi ‘duta’ politisi cum legislator, hadir anggota DPRD Lampung dari Fraksi PDI Perjuangan, Watoni Noerdin. Lama advokat sejak prareformasi, rekam jejak juangnya di LBH Bandarlampung masih terus mengabadi.

Sastrawan/budayawan, Paus Sastra Lampung, Isbedy Stiawan ZS, lama jurnalis Lampost, pernah di SKH Trans Sumatera, Lampung Televisi (LTV), dan SigerTV, terkini mengikuti pula tren podcast, turut bergabung.

Bang Is –sapaannya, mengabadikan momen langka ditengah gebyar hari kedua bapaslon kandidat pilkada serentak 2020 mendaftar dan landa kahar melarung, dalam rekaman kosakata “Kangenkangen…”, demikian dia juduli 11 bait puisi spontan, usai kelar acara berlangsung.

Ini puisinya. Khas Isbedy.

Kangenkangen…

mari kangenkangen
bertemu lantaran rindu
di luar pikuk politik
dan cuap para politisi

jauhkan kalengkalengan
agar bahagia pertemuan
di bawah langit rembulan
atau cuaca temaram
maupun rinai hujan

kita bercakap apa adanya
seadaadanya, tanpa dinding
dan ruang bisa merekam
sebab kita bukan politisi
bicara tahta dan mahkota
antara dukungan di pilkada

buat lingkaran
nikmati panganan
sekadar teman
dalam percakapan

bukan persiapan
mencari menang
sudutkan lawan
ke paling kelam

apakah kita kangen?

siapkan kerinduan
seorang musafir
atau pun si fakir
yang haus pelukan
dan percakapan
paling dalam

bukan kerinduan
para perindu jabatan
atau pemburu kesempatan
di jalan politik

: hari ini kubilang
bersamamu berjuang
esok aku membangkang
karena ada yang lebih gemilang

Baca Juga:  #belarasa Apindo, Yayasan Alfian Husin, PBL, Minang Indah & Jejaring Peduli Nakes, Isomaner, Difabel, Warga Terimbas Pandemi

ayo, kangenkangenan
bercakap di bawah langit malam
tanpa kubilang aku di sudut ini
dan kau dalam jejak lainnya

sebab kita bukan kalengkalengan
hari ini bunyinya genderang
esok terdengar amat sumbang

Meski tak langsung mengungkapkan, namun momen pelepas dahaga ilmu, pertukaran informasi dan pengalaman, serta kerja-kerja pengawalan proses prikehidupan berdemokrasi bangsa ini tersebut, kuat kesan kemudian.

Bagi Wahyu, yang mengenalnya dekat, gelar ini bukan grandfinal 36 tahun penantian –dosen sejak 1984, justru tapak lahir jejaring baru pengabdian, yang lebih profetik.

Dia kini, mengutip kembali reportase Angel, jurnalis/reporter Humas Unila, 24 Agustus 2020 lalu, diakses ulang Sabtu petang, tercatat profesor ke-66 kampus hijau kebanggaan pemerintah dan rakyat Lampung itu.

Tanggal itu, Rektor Unila Prof Karomani menyerahkan Surat Keputusan (SK) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 43586/MPK/KP/2020 tanggal 15 Mei 2020.

Tentang, Kenaikan Jabatan Akademik sebagai Guru Besar kepada Dr. Wahyu Sasongko, S.H., M.H. Sang Mendikbud Nadiem Makarim, bertanda tangan.

Ulah pandemi, dibawah pandu ketat protokol kesehatan, penyerahan SK di ruang sidang utama Rektorat Unila, disaksikan daring sivitas akademika.

Usut punya usut, Wahyu yang cerdas kuasai seluk beluk hukum militer, khas tawa terkekeh, kental persobatannya dengan mantan Dekan FH Unila, mendiang Dr Armen Yasir, telah resmi profesor per 1 April 2020. Dia kini, Guru Besar Ilmu Hukum Perdata.

Singkat, Wahyu mengapresiasi balik gelaran itu. “Terima kasih temans atas atensinya. Saya appreciate buanget,” pesan singkatnya, Sabtu malam.

Pamungkas, tetaplah kritis-konstruktif Profesor “Mas” Wahyu! Jika nurani memanggil, kekuasaan memaksa rakyat tertindas “bugil” menggigil, megaphone ini kusiapkan untukmu. Hidup Rakyat! [red/Muzzamil]

 1,681 kali dilihat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.