Bandar Lampung (LV) –
Nasionalisme dan pemberdayaan masyarakat menjadi pegangan pemuda asal Tempuran, Lampung Tengah, Provinsi Lampung ini. Yoga Adi Baskoro, lulusan IIB Darmajaya berhasil menjadi entrepreneur yang tak biasa (out of the box).
Hal ini disampaikan Yoga dalam siniar (podcast) yang digelar beberapa waktu lalu di Kampus The Best Darmajaya. Yoga–biasa dia disapa–memanfaatkan sabut kelapa (coco fiber) dan cocopeat yang merupakan limbah ataupun sisa-sisa dari buah kelapa menjadi barang bernilai ekonomi hingga mengantarkannya menjadi pengekspor ke luar negeri.
Perjuangannya untuk berdikari tak begitu mudah untuk meyakinkan keluarga dengan meninggalkan perusahaan yang telah memberikan kenyamanan. Yoga meyakini terhadap peluang usaha ekspor sabut kelapa. “Awalnya saya masih menjadi pekerja salah satu perusahaan di Lampung Selatan, tapi tidak memberikan manfaat lebih kepada warga sekitar. Sehingga, saya memutuskan keluar (resign) pada tahun 2016,” ucapnya.
Memutuskan keluar dari perusahaan dengan posisi berada di top management, Yoga tak menyesal sama sekali. “Saya yakinkan keluarga bahwa dengan berdikari dan memberikan manfaat kepada warga sekitar akan lebih bermanfaat serta memiliki kepuasan sendiri. Saya tahu hulu ke hilir dari bisnis ini dan keluarga pun akhirnya percaya,” ungkapnya.
Warga Sekampungudik, Lampung Timur ini juga mengalami pasang surut saat menjalani usahanya. “Awalnya mengekspor (2018) coco fiber ke luar negeri dan banyak juga berhubungan dengan instansi terkait di Provinsi Lampung. Jadi kalau kita sudah tahu ilmunya tidak akan sulit untuk menjalani,” ceritanya.
Meskipun begitu, lanjut dia, sempat coco fiber (sabut kelapa) yang diekspor tidak diterima oleh buyer (pembeli) karena tidak sesuai dengan klasifikasi. “Waktu itu sempat terjadi penolakan (penalti), karena kadar air dari coco fiber tinggi, sehingga harus mengirim kembali. Ya sudah lumayan mengalami kerugian seharga lima motor matic,” imbuhnya.
Belajar dari hal tersebut, dia pun langsung mengecek dan memastikan bahan yang akan dikirim. “Sabut kelapa memiliki nilai jual tinggi dan sangat diminati pasar internasional. Perusahaan furniture di luar negeri menjadikan coco fiber menjadi salah satu bahan pembuatan kasur, meja, tali dan lain sebagainya,” terangnya.
Menurutnya, banyak masyarakat yang tidak mengetahui nilai ekonomi dari sabut kelapa. “Dari kondisi seperti itu saya menginfluence mereka untuk mengumpulkan sabut kelapa dan menerimanya. Ada 30 home industry di Provinsi Lampung yang membantu untuk mengirimkan ekspor ke luar negeri,” bebernya.
Sabut kelapa, kata Yoga, merupakan salah satu bagian dari nasionalisme. “Di negara kita ini kan penghasil kelapa dan limbahnya banyak dari kulit kelapa. Kalau dimanfaatkan dengan baik maka pendapatan perkapita masyarakat juga naik. Sehingga dapat menambah pendapatan negara terutama dari ekspor perdagangan,” urainya.