Anggia Masih Bertahan, Meski Dunia Terasa Berat

Anggia Masih Bertahan, Meski Dunia Terasa Berat
"Tangis Ayah Penjual Ikan: Perjuangan Selamatkan Buah Hati dari Sakit Berat"
LAMPUNG UTARA

Lampung Utara (LV)

Di balik kesibukan pasar dan hiruk pikuk kota kecil Kotabumi, tersimpan kisah pilu dari seorang ayah tangguh bernama Askari. Ia adalah pedagang ikan keliling asal Kelurahan Kotabumi Ilir, Kecamatan Kotabumi, Lampung Utara (Lampura), yang tengah berjuang keras demi kesembuhan anak keduanya, Anggia, bayi mungil berusia tiga bulan yang kini melawan penyakit berat: pneumonia dan kebocoran jantung.

Askari tinggal bersama istrinya, Een Safitri, dan dua anak mereka di sebuah kontrakan sederhana di belakang Sentral Kelurahan Kota Alam. Hidup dalam keterbatasan, keluarga kecil ini harus menghadapi ujian yang sangat berat ketika Anggia, dengan berat badan hanya 3,5 kilogram, jatuh sakit dan harus menjalani perawatan medis secara intensif.

Perjalanan getir keluarga ini bermula pada 30 April 2025, ketika Anggia pertama kali dirawat di RS Handayani, Kotabumi. Kondisinya yang semakin memburuk membuat dokter merujuknya ke RSUD Abdul Moeloek, Bandar Lampung. Di sana, selama sembilan hari penuh kecemasan dan keprihatinan, Askari dan istri bertahan dengan bekal seadanya, hanya membawa uang Rp50.000 sebagai modal hidup di kota orang.

Walau biaya pengobatan ditanggung oleh BPJS Kesehatan, kenyataan di lapangan jauh dari kata mudah. Askari terpaksa menghentikan sementara pekerjaannya sebagai penjual ikan demi menemani putri kecilnya di rumah sakit, yang berarti pemasukan keluarga nyaris terhenti total. Untungnya, beberapa anggota keluarga datang memberi uluran tangan selama masa-masa sulit itu hingga akhirnya Anggia dinyatakan membaik dan diperbolehkan pulang.

Namun kebahagiaan itu hanya sebentar. Satu bulan berselang, kondisi Anggia kembali menurun drastis. Ia harus menjalani rawat inap lagi, berpindah-pindah antara rumah dan RS Handayani. Harapan sempat muncul saat kondisinya membaik, namun hanya sesaat. Penyakit itu kambuh, memaksa keluarga kecil ini terus bolak-balik rumah sakit, menguras tenaga dan air mata.

Saat ditemui pada Kamis, 20 Juni 2025, Askari tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Dengan mata berkaca-kaca, ia mengisahkan bagaimana ia berjuang membagi waktu antara mencari nafkah dan menjaga anaknya di rumah sakit. “Saya berangkat subuh ke pasar sentral untuk ambil ikan, lalu keliling kampung jualan. Kadang cuma dapat Rp50 ribu, kalau rezeki bagus bisa Rp80 ribu. Itu harus cukup untuk beli susu, bayar kontrakan, dan makan sehari-hari,” ucapnya dengan suara parau.

Kesulitan terbesar yang kini dihadapi adalah membeli susu untuk Anggia. “Istri saya tidak bisa menyusui karena ASI-nya tidak keluar. Sementara dokter bilang Anggia butuh gizi lebih supaya berat badannya naik. Tapi harga susu mahal, saya gak mampu beli yang bagus, jadi cuma bisa beli yang murah,” lanjut Askari dengan lirih.

Di tengah segala keterbatasan, Askari hanya bisa berharap akan adanya uluran tangan. Ia memohon kepada pemerintah daerah dan para dermawan untuk membantu kesembuhan sang buah hati. “Saya mohon kepada Bapak Bupati Harmatoni, Pak Romli, dan siapa pun yang tergerak hatinya, bantulah kami melewati ujian ini. Kami ingin melihat Anggia tumbuh sehat seperti anak-anak lainnya,” ucapnya penuh harap.

(Andrian Folta)

Loading