Gara-Gara Corona, Tata Kelola Pemerintahan Berbasis Pendekatan Prinsip Jadi Wajah Baru Republik

(Guru Besar Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Prof Dr Ilya Avianti. | dok. IKA Unpad)
PROFIL & SOSOK

BANDARLAMPUNG-
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof Ilya Avianti menyebutkan, kemunculan pandemi global COVID-19, telah ikut menyadarkan kita juga semua orang terkait sesuatu hal yang vital. Apa itu?

Gegara pandemi, teknologi digital telah menawarkan solusi untuk mengantar kita bergerak lebih cepat menjalankan prinsip-prinsip good governance, tata kelola pemerintahan yang baik.

Di negeri ini. Sekali lagi, di negeri ini. Ekonom bernama lengkap gelar Prof. Dr. Ilya Avianti S.E., M.Si., Ak, CPA, dosen tetap (saat itu masih FE Unpad) sejak 1985, penulis buku Digital Governance itu menilai, pandemi berdampak positif bagi perkembangan tata kelola/governance di Indonesia.

(Ilustrasi Dilan, “Digital Melayani”. | Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu RI)

Ujar ia, terutama, pandemi ini menjadi stimulus terwujudnya praktek good governance yang mengedepankan principle based. Atau, tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan pendekatan prinsip.

Eks ketua Dewan Audit dan anggota komisioner Otoritas Jasa Keuangan 2012-2017 itu, menerangkan, digital governance ini dapat dilihat dengan munculnya praktek good governance yang mengedepankan nilai-nilai integritas, transparan serta kejujuran pada setiap praktek transaksi online.

Ketiga nilai, sangat dijaga dalam setiap kali bertransaksi. “Ketika ada yang melanggar, mereka akan merasakan dampaknya langsung. Ibarat pepatah sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak percaya,” ekonom hijabers kelahiran Bandung 12 Juli 1959 istri Achmad Zaky Hamid ini.

Begitu juga, kalau berbuat curang di dalam transaksi online maka mereka akan ditinggalkan para pelanggannya.

Guru besar bidang akuntansi yang pernah pula mengampu jabatan tertinggi keprofesian Auditor Utama Badan Pemeriksa Keuangan ini lugas, menegaskan bahwa dunia digital mampu menerapkan prinsip-prinsip governance, karena kuatnya kontrol diantara stakeholders terkait serta berlakunya kesadaran secara prinsip atau principle base.

“Pendekatan principle base ini, sangat berbeda dengan pendekatan ruled based yang sekarang ini masih digunakan di Indonesia untuk menerapkan governance,” lugas Ilya, dalam keterangan pers yang turut diterima redaksi, Sabtu (19/9/2020).

Dimana letak inti pembedanya, Prof? Kata Ilya –kecil yang bermimpi ingin jadi pilot pesawat tempur, lulusan SD Pandu (1971) dan SMP Pandu Bandung 1974, SMA Santa Angela Bandung (1977), penerus jejak sang ibu jadi pendidik sejak aktif berkarir dari asisten dosen hingga lulus S1 Ekonomi Akuntansi Unpad 1984, disusul S2 Akuntansi (1994), S3 Akuntansi (2000) Unpad ini bilang, dalam rule base lebih mengedepankan aturan tapi tidak fokus pada output.

Namun sebaliknya, sambung ia, pada pendekatan principle base, output hasil pekerjaan menjadi fokus utama. Pada era yang sudah terdigitalisasi seperti sekarang, semakin tumbuh kesadaran, mendorong value kebaikan dengan pendekatan prinsip, jauh lebih utama ketimbang melahirkan banyak aturan.

“Inilah yang sebenarnya dibutuhkan jika ingin governance bisa dijalankan di negeri ini. Kita memang butuh regulasi tetapi jauh lebih baik kalau kita sadar terhadap prinsip yang mendorong untuk berperilaku baik,” lugasnya.

Baca Juga:  Pilkada Era Pandemi, Sekjen KPPI Nurhasanah: Cakada Perempuan Harus Pelopori Politik Empati

Eks staf ahli PR I, sekretaris program doktor ekonomi PPS (2001-2004), dan ketua Satuan Pengawasan Intern/SPI Unpad (2001-2005), Sekretaris Bidang Akademik Magister Akuntansi Unpad (2002-2009), anggota Komite Audit PT Bio Farma (2002-2007), pernah jadi Komisaris PT Tuban Petro Industry (2006-2009) ini pun menggarisbawahi, bahwa tetaplah dimulai dari individu dan keluarga, dalam menumbuhkan kesadaran terhadap value kebaikan itu.

Terkait bukunya, Digital Governance, mantan Tenaga Ahli Menteri Keuangan (2005-2006), Tenaga Ahli (2007-2008) dan Staf Ahli BPK (2008-2010), serta Sahli dan Plt Auditor Utama Keuangan Negara VII BPK 2009-2010 itu berduet dengan Chief Advisory dan Partner Veda Praxis, korporat jasa konsultan manajemen, Syahraki Syahrir.

Mengimbukan keterangan pers Ilya, Syahraki mengatakan dunia digital telah membawa banyak perubahan, termasuk di dalamnya mendorong praktek governance di Indonesia.

Dia menyebut, dunia digital menjadi masa depan Indonesia lebih baik untuk menerapkan praktek governance.

“Dunia digital melalui teknologi informasi sudah menjadi bagian penting dari governance organisasi. Bagi Indonesia, inilah jalan pintas untuk menuju governance yang lebih baik,” pungkasnya.

Apa Kabar Dilan, Digital Melayani?

Terkait digitalisasi pemerintahan ini, dengan digital governance sebagai alas tindak dan aras tanduknya menuju asa pemerintahan digital masa depan, pandemi COVID-19 yang tengah balik mengganas menjangkiti Tanah Air, kian diakui bisa jadi pemantik penyemangat birokrasi dalam melayani masyarakat.

Kemajuan teknologi dan pemahaman masyarakat akan pelayanan publik kian meningkat. Masyarakat kini makin menuntut lebih pelayanan diberikan. Senantiasa mengawasi, meluruskan, mendorong laju pemerintah.

Agus Budianta, dari Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), memaparkan hal itu, dalam artikelnya di laman resmi DJKN, diakses ulang dan dikutip Sabtu petang.

Pemerintah, kata Agus Budianta, telah menggencarkan prinsip Dilan “Digital Melayani” dalam memberi pelayanan publik. Ini jadi penting, karena layanan digital jadi tuntutan yang akan mampu mendekatkan diri dengan masyarakat.

Namun demikian, Agus berpendapat, perlu optimalisasi penerapan Dilan ini karena hakikat transformasi digital tak hanya merubah layanan biasa menjadi
online atau dengan membangun aplikasi.

Transformasi digital lebih luas dari hanya merubah layanan jadi online, namun bagaimana mengintegrasikan seluruh area layanan hingga hasilkan perubahan proses bisnis dan mampu menciptakan “nilai” yang memberikan kepuasan kepada pengguna layanan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB (United Nations) melalui E-Government Survey 2020 merilis tingkat adopsi sistem e-goverment (e-govt) yang dilakukan berbagai negara.

Dalam laporan tersebut, Indonesia masuk dalam jajaran dengan tingkat implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) pada peringkat ke-88 dari 193 negara.

Hal ini, kata dia, menunjukkan bahwa digitalisasi dalam memberikan pelayanan masih perlu untuk lebih ditingkatkan dan jadi hal yang penting.

Implementasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) telah jadi perhatian seluruh negara. Indonesia juga masih tertinggal bila dibanding negara-negara ASEAN lainnya.

Baca Juga:  Bakal Calon Wali Kota Bandar Lampung Terpopuler di Media Sosial

Adapun, ujar Agus yang berdinas di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak tersebut, indeks SPBE diukur dengan perhatikan beberapa komponen.

Yaitu, cakupan dan kualitas layanan pemerintahan digital, status perkembangan infrastruktur digital, dan kecakapan SDM mengoperasikan layanan e-govt.

Tantangan pelayanan publik yang dihadapi saat ini makin berat dan kompleks serta ditambah adanya pandemi Covid-19. Perlu adanya kebijakan-kebijakan terobosan dan inovatif dalam rangka mengatasi permasalahan dengan tetap berorientasi kepada pelayanan publik terbaik yang diberikan ke masyarakat.

Keputusan dan kebijakan yang diambil terutama terkait digitalisasi harus secara jelas, tegas dan clear berikan dampak dalam rangka mendorong terciptanya kesejahteraan rakyat.

Pelayanan publik merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa atau pelayanan administrasi sebagaimana definisi pada Undang-Undang Nomor 25/2009 tentang Pelayanan Publik.

Pemerintahan dibentuk antara lain untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini bermakna bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.

Sama seperti kita, Agus pun menaut harapan akan pelayanan publik yang diharapkan oleh masyarakat, adalah pelayanan yang murah, pelayanan yang bermutu, dan pelayanan yang transparan.

“Karena itu, pelayanan publik harus didukung dengan SDM-SDM unggul yang mampu memberikan pelayanan terbaik pada masyarakat,” cetus Agus.

Pemerintah dituntut tanggap atas harapan masyarakat dan tantangan global yang dipicu oleh perubahan dan kemajuan terutama bidang teknologi.

Dunia telah berubah dimana aktivitas dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital. “Masyarakat semakin lama semakin smart dan semakin well informed sehingga masyarakat ada kecenderungan “menuntut lebih” atas layanan publik,” Agus mantap.

Selain itu, saat ini perubahan berjalan dengan begitu cepat dan bertubi-tubi. Sehingga, Agus impresif, “layanan yang dulu dibangga-banggakan bisa jadi sekarang sudah dianggap usang atau sudah ketinggalan zaman.”

Ulasan Agus kian menarik. Ujar dia, pemerintah dituntut untuk memberikan layanan berbasis teknologi informasi dengan perbaikan proses bisnisnya sehingga layanan akan lebih cepat, mudah dan murah dengan tetap memperhatikan transparansi dan akuntabilitas.

Dia berhipotesis, paling tidak empat hal perlu dilakukan dalam memberikan pelayanan publik era digital. Pertama, melakukan identifikasi kembali proses bisnis yang relevan dengan tujuan utama pemerintah, “sehingga digitalisasi dibarengi dengan perubahan proses bisnisnya.”

Kedua, layanan yang diberikan kepada masyarakat diupayakan real time/instan dan diinformasikan kepada masyarakat (kejelasan dan kepastian layanan). “Kita bisa melihat bagaimana dalam kondisi pandemi ini masyarakat menginginkan informasi yang real time atas perkembangan penanganannya,” tandas dia.

Baca Juga:  Mengintip Kiprah Kemanusiaan Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia Lampung

Pemerintah baik pusat maupun daerah melakukan eksplorasi cara-cara baru dalam memberikan informasi terkini dan layanan kepada publik sebagai upaya untuk mengelola efek pandemi.

Ketiga, mengembangkan perangkat digital yang mendukung mobilitas pegawai sehingga mempermudah semua aktivitas dan kolaborasi antar pegawai dalam operasional serta pemberian layanan pada masyarakat.

Pandemi telah memaksa pola kerja baru dimana pegawai melakukan pekerjaan dari rumah atau Work From Home (WFH). “Perkembangan sat ini menuntut pelaksanaan pekerjaan dan pelayanan dilakukan lebih fleksibel dan dapat diberikan dari manapun,” Agus sadar transformasi digital.

Keempat, melakukan modifikasi proses bisnis sebagai respon atas perubahan perilaku dan kebutuhan masyarakat di era digital. Tantangan ke depan terkait pelayanan publik semakin menarik karena kehidupan masyarakat telah sangat berubah dimana mereka menuntut layanan yang semakin cepat, mudah, murah, dan transparan.

“Negara harus lebih dekat dengan masyarakat dan mampu memberikan kenyamanan dan merangsang masyarakat lebih inovatif, kreatif, produktif serta mampu memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan nasional,” catatnya.

Kolaborasi, komitmen dan inovasi dalam pemberian layanan publik sangat diperlukan. “Dan kondisi yang sekarang dihadapi menjadi pendorong untuk melakukan inovasi ke arah digital melayani menuju pemerintahan digital masa depan,” pungkas Agus, yang patut diucapi terima kasih ini atas mesin pengingatnya bagi kita, apa itu arti penting Dilan, digital melayani.

Catatan redaksi, semoga kedepan, akan terus lahir inovasi digital layanan publik sesuai mimpi menghadirkan masa depan di hari ini, sejalan dengan bertumbuh subur dan berkembang pesatnya jiwa-jiwa ‘Melayani Inklusif Layanan Elektronik Abad Ini (Milea)’.

Tanpa bermaksud menafikkan fakta ganas ngeri pertambahan angka kasus terkonfirmasi positif COVID-19 Tanah Air yang hingga saat artikel ini naik siar telah tembus 240.687 kasus, namun 174.350 diantaranya terkonfirmasi sembuh, dan 9.448 meninggal dunia. Dan, angka jumlah suspek sebanyak 107.863 dengan total jumlah spesimen 44.543 orang sesuai data Kementerian Kesehatan, per Sabtu petang.

Terima kasih atas dedikasi, konduite, dan pokok pikiran inspiratifnya, Prof Ilya Avianti dan Pak Agus Budianta. Tetap semangat, tetap pakai masker pelindung pernapasan (kini) standar medis dan pelindung wajah/faceshield, tetap jaga jarak fisik aman minimal satu meter, tetap hindari kerumunan dan berkerumun, sesering mungkin cuci tangan pakai sabun dengan air mengalir, dan akhiri juga dengan doa terbaik agar wabah corona ini segera musnah dari muka bumi ini. Aamiin. [red/rls/Muzzamil]

 975 kali dilihat