Inovasi Ramah Lingkungan, Nestlé Indonesia Target 100% Kemasan Daur Ulang pada 2025

Inovasi Ramah Lingkungan, Nestlé Indonesia Target 100% Kemasan Daur Ulang pada 2025
NESTLé INDONESIA MENUJU 100 PERSEN KEMASAN DAUR ULANG PADA 2025 -- President Director PT Nestlé Indonesia, Ganesan Ampalavanar, bersama CEO & Co-Founder Siklus, Jane Marlen von Rabenau. Didukung oleh Nestlé R&D Accelerator di Singapura, Nestlé Indonesia bekerja sama dengan Siklus lakukan studi pengembangan kemasan menggunakan sistem isi ulang di Tebet Barat Dalam, Jakarta Selatan. | Nestlé Indonesia
BANDAR LAMPUNG

Bandar Lampung (LV) —

PT Nestlé Indonesia, produsen industri makanan dan minuman bagian dari entitas korporasi multinasional Nestlé, dirian Hendry Nestlé, di Vevey, Swiss tahun 1868 silam, menunjukkan komitmen kesungguhannya dalam turut menciptakan ekosistem niscaya green industry dan green economy di Tanah Air.

Kesungguhan, sejalan target Pemerintah Indonesia mengurangi sampah di seluruh wilayah sebesar 30 persen dan mengelola sebesar 70 persen sampah pada 2025.

Nestlé berkomitmen menjadikan 100 persen kemasannya dapat didaur ulang (digunakan kembali), dan juga mengurangi sepertiga penggunaan resin plastik baru pada 2025.

Demi mewujudkan komitmen ini, Nestlé Indonesia didukung Nestlé R&D Accelerator di Singapura dan bekerja sama dengan Siklus melakukan studi pengembangan kemasan menggunakan sistem isi ulang di Tebet Barat Dalam, Jakarta Selatan.

Sampah kemasan plastik dan pengelolaan sampah telah menjadi tantangan global, termasuk di Indonesia.

“Nestlé Indonesia berkomitmen untuk berfokus mengurangi sampah kemasan plastik dan menghentikan kebocoran sampah plastik ke lingkungan,” ujar President Director PT Nestlé Indonesia, Ganesan Ampalavanar, dalam keterangannya yang turut diterima di Bandarlampung, Rabu (8/9/2021).

“Kerja sama dengan Siklus akan memungkinkan kami mengukur manfaat positif sistem kemasan isi ulang terhadap lingkungan, serta penerimaan dan pengalaman berbelanja konsumen,” gadang Ganesan.

Presdir sejak April 2020 ini menjelaskan, studi pengembangan kemasan dengan sistem isi ulang akan berlangsung selama tiga bulan di daerah Tebet, Jakarta Selatan. PT Nestlé Indonesia menjamin kualitas dan keamanan dari produk-produk yang akan didistribusikan, Ganesan memastikan.

“Sepeda Siklus akan mendistribusikan produk makanan dan minuman Milo, Dancow, dan Koko Krunch di daerah perumahan atau konsumen bisa memesan melalui aplikasi,” jelas Ganesan.

Menggenapi informasi, Prawitya Soemadijo, Head of Sustainability PT Nestlé Indonesia mengimbukan, produk-produk Nestlé akan dijual ke konsumen dengan menggunakan kemasan isi ulang yang dijamin kebersihan dan keamanannya.

Konsumen juga akan mendapatkan petunjuk penyimpanan dan konsumsi, ujar perintis karir sejak jadi Strategic Communication Advisor di kantor pusat Nestlé, kurun 2002 ini. “Selain itu, kami meminta konsumen untuk turut memastikan kebersihan wadah makanan yang akan dibawa, guna menjamin keamanan dan kualitas produk,” demikian ia.

Sementara, Jane Marlen von Rabenau, Chief Executive Officer (CEO) & Co-founder Siklus yang disebut Ganesan, merupakan usaha rintisan (startup) berbasis di Indonesia dan hadir untuk mengatasi masalah ekonomi dan lingkungan melalui solusi teknologi isi ulang, exciting.

“Kami sangat gembira bekerja sama dengan Nestlé Indonesia, perusahaan yang serius menangani masalah sampah kemasan plastik di Indonesia,” ujar Jane, Magister Administrasi Publik pada Harvard Kennedy School, yang mendirikan Siklus dimulai di Indonesia dan ia langsung komandani sejak Desember 2019 ini, berbinar.

Melalui studi ini ujar Jane yang berdarah Jerman, kedua perusahaan akan bekerja sama untuk menguji dan menyesuaikan solusi isi ulang yang akan memberi suatu alternatif dan cara efektif bagi konsumen Indonesia, untuk membeli produk-produk konsumen sekaligus mengurangi penggunaan plastik sekali pakai. “Kerja sama program percontohan dan studi dengan Nestlé Indonesia merupakan langkah pertama yang penting untuk menyelesaikan masalah sampah plastik dalam skala yang lebih besar,” ucap Jane.

Terpisah, dari unsur pemerintah, Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati, mengapresiasi, berharap terobosan Nestlé jadi pembelajaran baik lain pemangku.

“Sejalan dengan ambisi pemerintah untuk mengurangi 30 persen sampah di Indonesia, kami mengapresiasi upaya dan inisiatif Nestlé Indonesia melakukan studi kemasan isi ulang dan pendekatannya ke konsumen. Besar harapan kami inisiatif seperti ini bisa jadi pembelajaran yang baik untuk semua pemangku kepentingan dan membantu mengurangi sampah kemasan plastik di Indonesia,” kata Dirjen Rosa.

Penelusuran, kabar inovasi teranyar Nestlé Indonesia ini melengkapi deret sinambung upaya well-qualified setotal pabrikannya di Tanah Air sebelumnya, melesatkan slogan lestari. Lestari Alamku, Lestari Desaku, syair lagu Arek Suroboyo, mendiang Gombloh.

Demi sandang gerak prolingkungan, upaya sejak pertengahan tahun 2008 mengganti bahan bakar minyak (BBM) dengan gas alam menggunakan pembangkit tenaga gabungan (co-generation plant/generator gabungan), bisa mengurangi jumlah zat karbondioksida sebanyak 26 ribu ton per tahunnya, sehingga semua pabrik Nestlé di Indonesia diklaim dapat mengurangi emisi gas karbondioksida hingga sebanyak 30 persen, satu pemisalan.

“Pabrik-pabrik Nestlé merupakan motor penggerak pembangunan pedesaan yang sekaligus menerapkan standar kualitas lingkungan yang baru. Nestlé telah lakukan langkah-langkah penting dalam mengurangi dampak lingkungan untuk memperbaiki kesinambungan dalam jangka panjang,” rilis korporasi, menjelaskan apa yang disebut “Upaya-Upaya Produksi dan Jejak Langkah Kami dalam Pelestarian Lingkungan Hidup”, satu ketika.

“Proses produksi di pabrik Kejayan (pabrik Nestlé Indonesia di Pasuruan Jawa Timur, red) memiliki skala cukup besar mengingat demikian banyaknya produk yang kami hasilkan sebagai komitmen memenuhi kebutuhan para konsumen setia kami. Selain berbagai pendekatan inovatif meningkatkan efisiensi produksi dan kualitas produk, kami juga menggunakan beragam upaya terbaik dan teknologi termutakhir untuk menjaga lingkungan hidup dimana kami beroperasi,” terus penjelasan itu.

“Energi, dalam bentuk uap dan tenaga listrik, bagian penting bagi kelangsungan proses produksi kami. Hingga pertengahan tahun 2008, kami masih gunakan alat penghasil uap dan pembangkit listrik konvensional menggunakan dua jenis bahan bakar minyak, yaitu Heavy Fuel Oil (HFO) dan Light Fuel Oil (LFO) atau yang kerap disebut diesel.”

Sebagai bagian perencanaan jangka panjang untuk lebih menghemat pemakaian energi, mengurangi emisi hasil efek rumah kaca, Nestlé Indonesia memutuskan memakai generator gabungan dimana pemakaian BBM diganti gas alam.

Dalam pembangkit tenaga gabungan ini, gas alam dimasukkan ke dalam satu turbin gas untuk menggerakkan generator penghasil tenaga alat ini. Gas panas yang disemburkan dialihkan ke sebuah heat recovery generator penghasil uap yang digunakan dalam proses pembangkit energi. Penggunaan energi dari turbin gas dan generator uap ini berhasil kurangi penggunaan BBM hingga 24 persen.

Penggunaan generator gabungan, terbukti menguntungkan –menghemat energi dan dampaknya pada lingkungan. Dibanding BBM, gas alam hasilkan lebih sedikit gas CO2 penyumbang terbesar efek rumah kaca.

Ditambah dengan penggunaan minyak bumi yang berkurang telah mengurangi jumlah karbondioksida sebanyak 26 ton per tahun. Dengan fakta ini, semua pabrik Nestlé di Indonesia telah mampu kurangi emisi gas karbondioksida sebanyak 30 persen.

“Langkah ini wujud komitmen kami kurangi penggunaan sumber daya alam melalui pemanfaatan teknologi mutakhir untuk mengurangi dampak buruk pada lingkungan hidup,” klaim korporasi, berdampak.

Berikut, ilustrasi pemisalan pengelolaan air.

Bertahun-tahun sebelum perlindungan dan pelestarian alam menjadi perhatian publik, Nestlé telah fokuskan diri pada pengelolaan air yang bertanggung jawab. “Telah menjadi komitmen kami sejak dulu untuk senantiasa melestarikan keberadaan air sumur. Air terutama sekali kami gunakan untuk menghasilkan uap, menara pendingin dan juga sebagai pembersih,” lanjutan ulasan.

Untuk menghasilkan uap, air dipanaskan di dalam sebuah pemanas. Uap lalu digunakan untuk proses pemanasan dimana akan terjadi kondensasi menjadi air selama proses berlangsung. Air kondensasi lantas dikembalikan ke dalam generator uap, dapat digunakan kembali sebagai penghasil uap. “Dengan prosedur ini kami dapat menghemat penggunaan air,” mangkus ikhtiar.

“Susu segar yang disetorkan peternak pada kami masih berupa cairan. Untuk hasilkan susu bubuk, diperlukan proses pemisahan air dari susu padat, melalui proses yang dinamakan evaporasi. Setelah dikondensasi, air yang biasa kami sebut ‘cows water’ ini dikumpulkan dalam sebuah tangki terpisah untuk digunakan kembali untuk keperluan membersihkan alat-alat. Air juga digunakan menambah kekurangan air sebagai akibat proses evaporasi dalam menara pendingin.”

Terjadinya air limbah ialah sebuah proses yang tak dapat dipisahkan dari kegiatan produksi produk-produk makanan. Sudah menjadi kewajiban para pelaku industri, memastikan air limbah takkan merusak lingkungan melalui pengelolaan yang tepat melalui fasilitas Pengolahan Air Limbah (Waste Water Treatment Plant/WWTP) yang sesuai standar nasional dan internasional.

“Dengan komitmen kami untuk melestarikan lingkungan, air limbah yang telah diolah telah mampu beri manfaat bagi penduduk sekitar, sebagai sumber pengairan persawahan mereka,” penjelasan mengalir.

Disebutkan, sarana WWTP itu memproses air limbah menjadi air bersih dengan prinsip dasar menyeimbangkan, pengudaraan dan penjernihan. Setiap hari fasilitas hasilkan sekitar 1.300 meter kubik air bersih. Secara berkala, kualitas air hasil fasilitas dipantau ketat dan dilakukan pengambilan sampel.

“Bekerja sama dengan masyarakat sekitar dan para petani, kami membangun saluran air sepanjang 1,2 kilometer yang melalui jalur persawahan. Sejumlah 26 hektar sawah bisa memperoleh pasokan air dari saluran ini. Proses ini memberikan nilai positif pada lingkungan karena para petani tidak lagi menggantungkan diri pada pasokan air sumur untuk kepentingan irigasi mereka.”

“Inisiatif kami mengurangi penggunaan air dam penghematan energi adalah elemen kunci komitmen kami ciptakan lingkungan hidup berkesinambungan. Disamping untuk keuntungan lingkungan hidup itu sendiri, strategi sebagai suatu perusahaan dunia di bidang gizi, kesehatan dan keafiatan yang bertanggung jawab akan meningkatkan daya saing melalui efisiensi dalam produksi serta menjadikan konsumen kami bisa menikmati produk-produk bernutrisi yang terjangkau,” tuntas penjelasan korporasi.

Pengingat, sebagai anak perusahaan Nestlé S.A. yang beroperasi lebih dari 150 tahun di 189 negara dengan lebih dari dua ribu merek seluruhnya bertujuan sama: meningkatkan kualitas hidup dan berkontribusi untuk masa depan yang lebih sehat.

Nestlé Indonesia, sebagai perusahaan gizi, kesehatan, dan keafiatan terkemuka di dunia, sejak beroperasi di Indonesia tahun 1971, saat ini mempekerjakan sedikitnya 3.700 karyawan dan mengoperasikan tiga pabrik yaitu Pabrik Kejayan di Jawa Timur untuk mengolah produk susu seperti Dancow dan Bear Brand, Pabrik Panjang di Lampung untuk mengolah kopi instan NESCAFÉ, serta Pabrik Karawang di Jawa Barat untuk memproduksi Dancow, Milo, dan Cerelac.

Sadar pasar, seluruh produk Nestlé yang diproduksi, dijual, dipasarkan di Indonesia telah memperoleh sertifikasi halal. Semua pabrik Nestlé di Indonesia telah memiliki sertifikat Sistem Jaminan Halal (SJH) dari Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia atau LPPOM MUI. [red/rls/Muzzamil]

Loading

Tagged