29 Tahun Perjalanan Solidaritas Perempuan Untuk Indonesia Yang Berdaulat

BANDAR LAMPUNG

Bandar Lampung, lampungvisual.com –
10 Desember merupakan tonggak sejarah bagi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, dan Penegakan Hak Azazi Manusia.

Pada tgl 10 Desember Perserikatan Solidaritas Perempuan mendeklarasikan sebagai organisasi yang bergerak mewujudkan tatanan sosial yang demokratis, dengan prinsip keadilan, keutuhan ekologis, menghargai keberagaman, menolak diskriminasi dan kekerasan.

“Lahir dari beragam situasi ketidakadilan. Perampasan lahan, penghancuran pangan, kekerasan terhadap perempuan, pembungkaman dll, yang menyebabkan perempuan menjadi korban dan mengalami pemiskinan.” Kata Armayanti Sanusi, Ketua Solidaritas Perempuan Sebay Lampung melalui pers rilisnya, sabtu (14/12/2019).

Arma mengatakan, Solidaritas perempuan Sebay Lampung hari ini, melakukan Refleksi 29 tahun Solidaritas Perempuan, kegiatan diisi dengan diskusi refleksi gerakan solidaritas perempuan dalam memperjuangkan kedaulatan perempuan di berbagai Aspek.

Baca Juga:  DPC PERADI SAI IKUTI PELANTIKAN DPN PERADI SAI SECARA VIRTUAL

“Refleksi isu di Lampung, khususnya perempuan marginal yang hingga hari ini masih terus berada dalam sistem yang menindas, diantaranya perempuan buruh migran di desa Talang Jawa Lampung Selatan.” Kata Arma.

Data Solidaritas Perempuan Sebay Lampung, sepanjang tahun 2019 ada sekitar 500 lebih perempuan migran di kecamatan Merbau Mataram Lamsel, masih mengalami pelanggaran hak dan situasi ketidak adilan.

Selain itu, 480 perempuan petani di Sidodadi mengalami situasi pemiskinan dan peminggiran oleh sistem, patriarkhi dan kapitalisme, dimana perempuan harus kehilangan kedaulatan atas pangan lokal.

Baca Juga:  Vaksinasi Covid 19 Menjadi Salah Satu Syarat Terima BT-PKLWN TNI

Sementara itu wilayah pesisir sekitar 250 jiwa terancam kehilangan sumber penghidupan dan tempat tinggal akibat dari kebijakan investasi Proyek KOTAKU yang menyasar di wilayah pesisir Teluk Bone Cungkeng, tidak berhenti disitu perempuan 70℅ perempuan pesisir teluk bone cungkeng yang berprofesi sebagai pemilih ikan kecil di pulau pasaran belum mendapatkan perlindungan hak sebagai produsen pangan hasil dari hasil laut akibat kebijakan yang diskriminasi terhadap perempuan pesisir sebagai subjek pada aspek ini.

“Kegiatan Refleksi 29 tahun Gerakan Solidaritas perempuan hari ini adalah upaya melawan Patriarki dan Oligarki.” Imbuh Arma.

Kegiatan refleksi dihadiri oleh anggota SP Lampung, Direktur Walhi Lampung Irfan Tri Musri, Direktur LADA Turaihan Aldy, dan Ketua Umum FSBKU-KSN Nasional Yohanes Joko Purwanto, dan Juga perempuan Petani dari desa sidodadi Pesawaran.

Baca Juga:  Gubernur Ridho Sambut Baik KUR Peternakan dan Optimistis Lampung Bakal Jadi Lumbung Pangan Dunia

“Melalui diskusi refleksi ini, diharapkan mampu memberi harapan yang positif pada gerakan SP Sebay lampung untuk memperjuangkan kedaulatan perempuan di Lampung kedepan.” Tutup Arma.
Penulis: (Endra)

 6,181 kali dilihat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.