BANDARLAMPUNG-
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), melalui Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI menggelar survei daring Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Ekonomi Rumah Tangga Indonesia: Mitigasi dan Pemulihan, 10-31 Juli 2020 lalu.
Survei terhadap 2.258 responden aktif rumah tangga tersebar di 32 provinsi, 1.548 responden diantaranya terjaring memenuhi syarat analisis sampel.
Tim peneliti mengklasifikasi 79,7 persen responden berstatus Rumah Tangga Pekerja, sisanya 20,3 persen berstatus Rumah Tangga Usaha.
Hasil olah data survei menunjukkan, dampak terhadap rumah tangga pada kemampuan pengelolaan ekonomi rumah tangga, sebanyak 87,3 persen Rumah Tangga Usaha dan 64,8 persen Rumah Tangga Pekerja merasa mengalami kesulitan keuangan.
“Sebaliknya, berdasar Rumah Tangga yang mengalami kesulitan keuangan, Rumah Tangga Pekerja lebih merasa berat untuk membiayai konsumsi kebutuhan pangan, 52,9 persen,” ujar Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Agus Eko Nugroho, merilis hasil survei, 20 Agustus 2020, diakses kembali bertepatan HUT ke-53 LIPI, Minggu (23/8/2020).
Adapun, imbuh dia, Rumah Tangga Usaha relatif lebih rendah, 37,8 persen.
Ungkap dia, goncangan kesehatan dan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar menggeser pola konsumsi makanan siap saji bagi seluruh rumah tangga dimana penurunan pengeluaran makanan siap saji, diikuti peningkatan belanja bahan makanan.
Adapun, terkait stimulus ekonomi paket bantuan sosial yang diterima dari pemerintah, alumnus S-1 UNS Solo peraih gelar MApplEcon dari Massey University, Selandia Baru itu menguak, 19,4 persen rumah tangga melaporkan pernah mendapatkan bantuan sosial.
“Sebagian besar penerima yang merasakan penurunan pendapatan terjadi di kelompok Rumah Tangga Usaha,” terus Agus.
Rinciannya, 56,36 persen pada Rumah Tangga Usaha pendapatan rendah, dan 43,33 persen Rumah Tangga Pekerja berpenghasilan kurang dari 1,5 juta.
Dirinya menjelaskan, bantuan sosial tidak secara langsung mempengaruhi ekspektasi masa depan rumah tangga.
Sisi lain, ekspektasi rumah tangga terhadap perubahan pendapatan rumah tangga dengan pendapatan menurun di tengah pandemi, memiliki ekspektasi paling rendah untuk dapat bekerja normal dalam enam bulan ke depan.
“Rumah Tangga Usaha dengan tingkat pendapatan tetap dan meningkat, merasa lebih yakin untuk bekerja dibandingkan Rumah Tangga Pekerja dan berbagai kelompok perubahan pendapatan masih enggan untuk melakukan aktivitas konsumsi tersier,” ungkap Agus.
Tim peneliti merekomendasikan enam hal mitigatif kepada pemerintah. Salah satunya, agar pemerintah mendorong aktivitas masyarakat dengan tetap mendorong untuk memperhatikan protokol kesehatan.
Terkait survei kedua untuk penelitian bidang ekonomi LIPI usai survei UMKM sebelumnya ini, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Tri Nuke Pudjiastuti, menyatakan bahwa studi ini merupakan bagian dari kontribusi pengetahuan sebagai upaya menjadi dasar perubahan kebijakan.
Mengatakan Rabu (19/8/2020) lalu di Jakarta, deputi sejak Desember 2015 ini menyebut, mitigasi dan persiapan pemulihan ekonomi rumah tangga adalah kontribusi ilmu sosial yang digunakan sebagai dasar perubahan kebijakan untuk bangsa Indonesia.
Profesor Riset pengampu orasi ilmiah “Pemaknaan Baru Prinsip Non-Interference pada Penanganan Migrasi Paksa dalam Kerangka Mekanisme ASEAN” itu menekankan, rumah tangga ini menjadi inti kekuatan ketahanan ekonomi bangsa.
“Rumah tangga adalah unit analisis yang tidak bisa diabaikan, mengingat negara ini bisa mempunyai daya tahan yang tinggi ketika rumah tangganya bisa bertahan secara baik,” tegas ia.
Nuke yang juga Ketua Komisi Nasional Indonesia Management of Social Transformation (MOST-UNESCO) ini menggarisbawahi, hasil dari survei dapat digunakan untuk kebijakan penguatan ekonomi rumah tangga kelompok pekerja dan usaha. [red/rls/Muzzamil]