Kita ambil contoh, masih tak jauh dari kuda –tepatnya “kuda berculah”. Andai benar GoJek dan Grab bersatu, tidak saja keduanya dapat lebih cepat naik status jadi hectocorn, perusahaan rintisan (startup) dengan nilai valuasi lebih dari 100 miliar dolar AS, raksasa baru skala dunia ojek online (ojol) dan taksi online (taksol) berbasis layanan transportasi daring bertumbuh multi layanan daring, namun kedepan ini bisa jadi solusi mahadata penjawab kebutuhan mekanisasi ‘gig workers’ di daerah layanan, tetutama Indonesia.
Dalam peradaban kini, mahadata makin mendapat tempat. Dalam urusan berbau khalayak sebut saja, digitalisasi pemerintahan, digitalisasi utilitas, dan inovasi digital layanan publik makin menjadi menu wajib dinamika tuntutan kinerja aparatur.
Kuat, cepat, cermat, smart melayani, buruan utama, primadona publik. Jika dulu, belum dulu-dulu banget, lebih cepat maka lebih baik, kini kedepan, si cepat menang, si lambat pecundang.
Bersama, segala catu daya utama kebaruan dan bauran teknologi internet, kecanggihan kecerdasan buatan, kekilatan mesin pencari dan mesin pembelajar, orientasi nirawak, kehebatan komputasi awan, dan juga bentukan terus-menerus terbarukan lainnya artistika internet of thing/IoT, mahadata menjadi ulu hati pencerah. Peradaban.
Dalam kacamata pengembang, menjadi penting ilmu Coding, terus dikawin-genetikkan dengan upaya sistemik men-teknologi-kan publik digital, sekaligus mem-publik-kannya. Mahadata, sejurus, the transformers.
Dan dalam kacamata awam, kita skup lagi awam data, mahadata maharaja. Namun yang mesti tetap terus tegak lurus ditanam-benakkan, mahadata ini senjata legal penolong aksesibilitas mobilitas, dan harus mampu dipahami bagian inheren dari kemajuan pesat teknologi.