Sebagaimana teknologi, yang suka tak suka, dan mau tak mau harus pula seksama dipahami, sebagai satu-satunya produk sistem kapitalisme yang dapat dikapitalisasi balik menjadi “senjata makan tuan” bagi praktik jahat ala watak dasar kapitalisme itu sendiri.
Karakter itu, akumulasi, eksploitasi, dan ekspansi kapital ala kapitalisme paling kampungan atau paling liberal sekalipun, mesti dibalas tunai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dominasi kapital dan hegemoni kapitalisme –dengan mahadata jadi maharaja kinerja kinetik seputar data, dalam tataran praksis telah disanding dengan banyaknya agregasi sosial berbasis digital guna menahan lajunya.
Kekuatan modal sosial dunia hari ini, alih-alih diuntungkan oleh dekonstruksi logis proletarisasi (baca: pemiskinan massal penduduk Bumi) ala pandemi, solidaritas sosial organik menjadi juru kunci, melalui sentuhan mahadata-lah sejatinya pula, secara kasat mata telah merupakan wujud lain penahan laju.
Penulis melihat misal, perjuangan gigih Indonesia dalam kancah lobi global, agar terkait vaksinasi COVID-19 harus ada akses setara dan aman bagi semua warga antar bangsa-bangsa.
Sayangnya, ini kurang diimbangi spirit penyatuan data global melalui banyak pintu diplomasi, yang sebetulnya bisa diupayakan per awal. Amatan penulis, lagi-lagi, mahadata jadi soal. Apalagi ini berskala global. Apapun itu ini soal, bukan sial.