Menjelentrehkan titik tekan, penyelenggara menyebut, FESPIN benar-benar jadi ruang kultural tempat pertemuan ragam kelompok seni, seniman, budayawan, kreator, crafter, akademisi, dan berbagai profesi lainnya. “Ruang untuk bertemu dan berinteraksi bagi peserta, untuk saling berbagi ide, pengalaman, pengetahuan,” intensinya.
Interaksi dan literasi, inilah dua poin intensi penyelenggara dimaksud. “FESPIN yang tadinya telah menjadi ruang literasi non tekstual kini menjadi ruang literasi yang sebenarnya dengan lahirnya sebuah buku kumpulan esai Payung Tradisi Nusantara, dengan kata pengantar Prof. Dr. Peter Carey, sejarawan Indonesia,” penegasnya.
Selain Bandarlampung dan Lampung Barat, peserta Nusantara lainnya berasal dari Banda Aceh, Kabupaten Bireuen (Nangroe Aceh Darussalam), Medan, Kabupaten Batubara (Sumatera Utara), Bukittinggi (Sumatera Barat), Kabupaten Siak (Riau), Kota Jambi (Jambi), Palembang, Kabupaten Banyuasin (Sumatera Selatan), Kota Bengkulu (Bengkulu), Tangerang, Tangerang Selatan (Banten), Jakarta Pusat, Jakarta Selatan (DKI Jakarta), Bandung, Bekasi, Depok, Sukabumi, Tasikmalaya, Kabupaten Indramayu dan Karawang (Jawa Barat).