Resmen Kadafi Harap Kejati Lampung Masif Sosialisasikan Pedoman Kejaksaan 1/2021

Bersambung Baca Ke Pages Selanjutnya
Advokat yang juga Ketua Badan Pengurus Daerah (BPD) Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Almisbat) Lampung, Resmen Kadafi, S.H., M.H. | dokpri
BANDAR LAMPUNGPROFIL & SOSOK

Kesempatan yang sama, JAM Pidsus Ali Mukartono menjelaskan, dalam penanganan kasus kerap dijumpai aparatnya menghadapi para pihak berlatar perempuan dan anak. Mulai dari kapasitasnya sebagai saksi, korban, atau bahkan sebagai tersangka, terdakwa maupun terpidana dalam penanganan perkara tindak pidana.

“Termasuk keterlibatan perempuan dan anak dalam tindak pidana khusus (misal) seperti, penerima dan pengguna hasil korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU),” kata Ali, Jampidsus sejak 28 Februari 2020 ini.

Ali melugaskan, bahwa sebenarnya ada beragam instrumen hukum internasional sebagai dasar hukum nasional memberikan jaminan terwujudnya keadilan gender dan penghapusan praktik diskriminasi.

Bagi Ali, dan ulasannya –masih dikutip dari laman Hukum Online ini cukup “seksi”, kunci penanganan perkara pidana khusus yang melibatkan perempuan dan anak adalah mens rea (niat jahat). Tetapi, memang paling banyak ditemui ialah perempuan dan anak menerima hasil korupsi dan TPPU.

Baca Juga:  Gelorakan #ingatpesanibu, Tuan Rumah Cawo Ekam: "Dang Lopo Tiyengkon Cawo Pemerintah"

“Biasanya paling banyak dialami seorang istri menerima penghasilan suami dan diketahui uang yang diterima (notabene kemudian diketahui) hasil korupsi. Apakah pantas istri bisa didakwa TPPU? Semua tergantung mens rea,” tegas eks Jampidum (18 November 2019-28 Februari 2020) ini.

Sisi lain, saat berbicara, peneliti IJRS Bestha Inatsan Ashilla menilai Kejaksaan kerap menemui perkara melibatkan perempuan dan anak. Untuk itu, Kejaksaan jadi aktor penting upaya pemberian perlindungan pada saksi atau korban perempuan dan anak.

“Aparat penegak hukum miliki kewenangan dan kemampuan memberikan jaminan keamanan bagi korban dan saksi termasuk jaminan keamanan fisik, psikologis, dan juga ekonomi,” kata Bestha.

Baca Juga:  Kodim 0410/KBL Bersama Satgas Covid 19 Lakukan Operasi Yustisi Guna Cegah Klaster Baru Covid 19 Di Bulan Ramadhan 1443 H

Dalam pandangannya, terbitnya Pedoman Kejaksaan itu melengkapi pedoman yang sudah diterbitkan lembaga penegak hukum lain. Seperti Perma 3/2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, Peraturan Kapolri 10/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (Unit PPA), dan juga Peraturan Kapolri 3/2008 tentang Pembentukan Rumah Pelayanan khusus dan Tata Cara Pemeriksaan Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana.

“Melalui Pedoman Kejaksaan 1/2021, menjadi pelengkap terhadap aturan yang telah ada. Diharapkan penanganan perkara perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum memperoleh akses keadilan dan hak-haknya,” tutur Bestha.

Sebelumnya secara terpisah, dari kompleks parlemen Senayan Jakarta, anggota Komisi III DPR dan juga Ketua DPW Partai NasDem Lampung, Taufik Basari, turut melayangkan apresiasi senada.

Dikutip dari unggahan media sosialnya pada April lalu, politisi berlatar advokat dan aktivis pejuang HAM dan demokrasi yang karib disapa Kakak Tobas ini menilai, Pedoman tersebut telah memiliki sensitivitas gender dan mampu melengkapi Perma 3/2017.

Baca Juga:  Berkah Ramadhan, Koramil 410-03/TBU Berbagi Takjil Untuk Masyarakat

Sekretaris Fraksi Partai NasDem MPR RI itu pun berharap, dengan adanya pedoman yang dikeluarkan Kejakgung, pihak kepolisian juga membuat pedoman yang sama. “Demi menjamin keadilan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu,” ujar dia pula. [red/rls/Antara/Hukum Online/Facebook/Muzzamil]

Tagged